We present a concept of social enterprise/social entrepreneurship based in Mollo, Timor and utilize the natural and cultural potential for economic improvement as well as the empowerment of local communities, particularly young people. Our focus includes literacy, art-culture and the creative economy. This project involves the youth community, village library as a center for arts and culture, homestay and creative economy. It is located in Jl. Kampung Baru, No. 2, Village of Taeftob, District of North Mollo, South Central Timor, East Nusa Tenggara, Indonesia 85552. Telp./Whatsapp 081338037075. E-mail: lakoat.kujawas@gmail.com.

Tampilkan postingan dengan label co-working space. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label co-working space. Tampilkan semua postingan

Kamis, 04 Oktober 2018

Latihan Teater "Kebahagiaan Yang Pergi Dari Rumah"

Lakoat.Kujawas 6 Juni 2018


November 2017 seniman asaesa Taiftob dan bergiat dengan 25 anak Mollo yang bersekolah di SMPK St Yoseph Freinademetz dan SDK Yaswari III. Mereka belajar teknik dasar teater. Setahun juga, mereka belajar menulis cerita pendek dan puisi di kelas yang kami namai To The Loghthouse. Selasa nanti mereka akan meluncurkan buku cerpen perdana mereka, Dongeng dari Kap Na'm To Fena di Aula Paroki Kapan. Di acara yang sama, mereka akan membaca penggalan cerpen mereka dan mementaskan sebuah teater kecil berjudul Kebahagiaan yang Pergi dari Rumah. Naskahnya kami tulis bersamasama, kami adaptasi dari puisi kak Shinta dengan judul yang sama. Bagaimana prosesnya? Ilmu yang mereka pelajari November lalu ternyata sangat membekas. Imajinasi dan tubuh dipakai maksimal. Mereka menciptakan gerak dan bebunyiannya sendiri. Penasaran? Selasa tanggal 12 jam 9 pagi bisa hadir di acara peluncuran buku mereka di Kapan. Yang berminat beli buku Dongeng dari Kap Na'm To Fena berisi 48 cerita pendek l Makassar Shinta Febriany pernah tinggal lebih dari sepekan di komunitas @lakoat.kujawas dmereka, silakan order via whatsapp 081338037075. #lakoatkujawas #mollo #desataiftob#homestay #artspace #community #coworkingspace#library bit.ly/lakoatkujawas


Sabtu, 10 Maret 2018

Liburan, Harpitnas dan Lakoat.Kujawas


Ada berapa tanggal merah termasuk harpitnas (hari kejepit nasional) di tahun 2018 ini? Sialakan cari sendiri, kami juga belum tahu. Hahaha bercanda. Ada 21 hari libur nasional dan cuti bersama di tahun ini. Sementara untuk hari kejepit silakan dijepit-jepitkan sendiri. 

Lalu apa hubungannya liburan, harpitnas dan lakoat.kujawas?

Kami adalah komunitas orang muda dari Timor Tengah Selatan yang sedikit berbeda dari komunitas kebanyakan di Pulau Timor. Eksis sejak Juni 2016 dan telah melampaui berbagai proses kerja kreatif di bidang kewirausahaan sosial, kesenian dan literasi, dengan begitu banyak jaringan komunitas, volunteer dan orang-orang spesial: seniman, mahasiswa, dosen, peneliti, aktivis, filmmaker, fotografer, dan masih banyak lagi, termasuk traveler. Yes, traveler! Teman-teman yang tertarik berkunjung ke Mollo, satu wilayah di lereng gunung Mutis, dataran tinggi sudah pasti, 130 dari Kupang, ibukota Nusa Tenggara Timur. Ada banyak hal yang bisa dieksplor di sini, ada banyak problem yang perlu ditanggulangi bersama. Untuk itu, lahirlah komunitas Lakoat.Kujawas, yang namanya terinspirasi dari dua jenis buah yang umum di Mollo, kujawas (guava, jambu biji) dan lakoat (loquat, biwa). Lakoat.Kujawas adalah mimpi generasi muda Mollo untuk hidup lebih baik di tanahnya sendiri. Ia adalah sebuah gerakan swadaya warga bersama banyak jaringan komunitas dan relawan. Ia menawarkan tradisi baru dalam berwisata: pariwisata yang dikelola oleh komunitas warga secara mandiri (community based tourism), memakai pendekatan kewirausahaan sosial dengan mengutamakan kerja kolabirasi, solidaritas dan sharing economy bagi warga. Ia memberi kesempatan spesial kepada traveler, turis, pelancong, tamu, atau apapun sebutannya untuk berwisata yang ‘tidak sekadar berwisata’. Karena ini adalah wisata berbasis komunitas warga, kami menawarkan ruang khusus bagi tamu yang tidak hanya tinggal langsung di rumah warga, namun juga terlibat langsung dalam berbagai rutinitas harian warga dan ikut berkontribusi langsung: berkegiatan dengan warga, berdiksusi, melakukan kegiatan produktif bersama, bertukar pengetahuan, dst. Kok susah ya? Kan maksudnya mau berwisata, buat senang-senang kok malah ikut memikirkan diri orang lain? 

Di sinilah keunikannya. Kami menawarkan sesuatu yang sebenarnya bukan hal baru. Fenomena ini ada dan kami menciptakan ruangnya, untuk saling mendukung, memberdayakan, menginspirasi. Di Lakoat.Kujawas Anda bisa menikmati keunikan budaya, sejarah, tradisi, alam, di berbagai lokasi menarik yang bisa disimak lengkap di sini. Sekaligus, bisa ikut berpartisipasi dalam kerja-kerja kreatif dan kolaboratif di bidang kewirausahaan sosial, literasi dan kesenian bersama warga Mollo, khususnya kelompok perempuan penenun, orang muda, anak-anak dan kelompok petani. Untuk Anda para traveler, apapun latar pendidikan/pekerjaan/minat, kami menyediakan ruang diskusi, lokakarya, pelatihan, penyuluhan dan berbagai kegiatan pengembangan sumber daya manusia. Ruang untuk saling transfer ilmu. Karena pada prinsipnya, tamu tidak saja mendapat sesuatu dari warga dan alam lokal, namun juga sebaliknya, bisa berkontribusi bagi manusia dan alam setempat. 

Teman-teman yang tertarik dengan tawaran kami ini bisa mengintip progress kami dua tahun terakhir di Instagram @lakoat.kujawas, toko online kami di Instagram @lkjws.co dan blog kami bit.ly/lakoatkujawas

Tertarik mendiskusikan paket wisata, lokasi wisata, peluang kerja kolaborasi bersama warga, transportasi dan akomodasi plus harganya, termasuk mendiskusikan rencana program pengembangan SDM bersama warga di bidang kesenian, literasi, kewirausahaan sosial, atau lainnya selama Anda berwisata di Mollo, silakan kontak kami di Whatsapp 081338037075 atau email dickysenda@gmail.com. Dengan senang hati kami akan membantu mengorganisirnya.

Salam
Dicky Senda
Program Director Komunitas Lakoat.Kujawas

workshop farmentasi buah bersama Geger dari LIFEPATCH Jogja

sumbangan pisang dari warga setiap ada kegiatan di lkjws

kelas menulis kreatif To The Lighthouse bersama anak-anak desa Taiftob

workshop bonet bersama salah satu seniman lokal Mollo

Shinta Febriany, sutradara teater asal Makassar bersama penenun Mollo

Sinema Anak Mollo: acara nonton film bulanan ala anak desa Taiftob

lokakarya teater bersama Shinta Febriany

Senin, 26 September 2016

Kabar Baik Dari Perpustakaan Lakoat.Kujawas

Perkenalkan, kami Lakoat.Kujawas sebuah gerakan anak-anak muda di NTT di bidang kewirausahaan sosial, dirintis di desa Taiftob, kecamatan Mollo Utara, kabupaten Timor Tengah Selatan. Mengapa dimulai dari desa? Melihat berbagai tren yang terjadi dewasa ini, orang-orang, terutama generasi muda cenderung untuk meninggalkan desa atau kampung dan mengadu nasib di perkotaan. Di saat yang sama, banyak sekali potensi di kampung yang masih kurang tergarap dengan baik bahkan ditinggalkan begitu saja. Beberapa diantara kami kemudian memutuskan untuk pulang kampung dan mencoba melakukan usaha-usaha di bidang ekonomi kreatif di kampungnya. (Baca Kisah Dibalik Lahirnya Lakoat.Kujawas). 


Di Mollo kami menemukan banyak sekali potensi di bidang pertanian, ekowisata, sejarah dan budaya (Baca: 5 Fakta Menarik Tentang Mollo). Di sisi lain, kita semua juga tahu bahwa permasalahan pendidikan, kesehatan, atau buruh migran ilegal ada dan terjadi di depan mata. Ini pekerjaan semua orang, bukan saja pemerintah namun bagaimana masyarakat juga berperan secara aktif, saling dukung dan saling membangun. (Baca: visi misi Lakoat.Kujawas).

 Lakoat.Kujawas memilih jalan kewirausahaan sosial sebab kami percaya, ini model yang pas dan cocok untuk Mollo. Pas dengan prinsip 3P, peple, profit dan planet. Lakoat.Kujawas adalah kewirausahaan yang melibatkan petani dan penenun lokal, anak-anak dan kaum muda. Kami mengutamakan sharing economy, dimana semua pihak yang terlibat punya akses juga untuk peningkatan ekonomi. Dan sejalan dengan peran Mollo sejak dulu kala sebagai penjaga gunung, mata air dan hutan. Karena Mollo adalah jantungnya pulau Timor. 

Lakoat.Kujawas mengintergasikan desa wisata dengan workshop tenun, dapur pangan lokal, perpustakaan kampung, rumah produksi oleh-oleh khas Mollo (bekerjasama dengan petani dan penenun), homestay yang dikelola warga (termasuk guide lokal), ruang kerja kolaborasi dan diskusi. (Baca: Lakoat Kujawas dan Kerja Pengarsipan). Ke depan mimpi kami adalah membangun radio komunitas, punya koperasi yang beranggotakan anak-anak muda, serta punya program residensi seni dan lingkungan bagi seniman, peneliti, dosen, aktivis sosial budaya, mahasiswa, dll. Sejuah ini kami sudah mulai membangun jaringan dengan pemerintah desa Taiftob dan Desa Bosen. Berkolaborasi dengan kelompok tenun desa Taiftob dan desa Bosen. Juga melakukan ujicoba paket trekking, wisata pangan lokal dan kelas tenun bekerjasama dengan petani dan penenun di kampung Manesat Anin dan Noebesi di Mollo Selatan. (Artikel Tentang Paket Ekowisata di Mollo)

Berbicara Perpustakaan kampung, kami merintisnya di desa Taiftob. Dari pengalaman Dicky Senda, penulis sastra yang bergabung di Lakoat.Kujawas dan tinggal di desa Taiftob, ada hal menarik terkait minat baca ia dan teman-temannya di tahun 90an dan minat baca anak-anak di tahun 2016. Dicky melihat bahwa minat dan kerinduan itu masih sama, namun seiring berkembangnya zaman, akses ke perpustakaan atau ruang membaca bukannya semakin membaik malah hampir tidak ada. Perpustakaan yang dibangun pemerintah di sekolah-sekolah hanyalah ruang kosong, sedangkan ruang membaca yang tahun 90an dirintis oleh para pastor/misionaris sudah tidak ada lagi. Sebagai penulis, Dicky kemudian berinisiatif membangun perpustakaan kampung di bekas gudang rumahnya. Perpustakaan yang tidak hanya sebagai tempat pinjam atau baca buku saja, melainkan bisa jadi ruang diskusi, belajar melukis, menulis kreatif, matematika atau bahasa asing, menonton film, dan latihan teater atau tari, bekerjasama dengan teman-teman yang sudah bersedia jadi relawan pengajar. Didukung Komunitas Buku Bagi NTT, Donasi Buku ID, teman-teman relawan dari Perkumpulan Pikul, dan pribadi-pribadi yang juga punya perhatian besar pada dunia membaca di NTT, akhirnya perpustakaan ini dibuka bulan Agustus 2016. Awalnya hanya mengandalkan koleksi buku sastra dan satu buah rak milik keluarga Dicky. Sejauh ini sudah ada donatur yang membantu mengadakan satu unit rak buku baru dengan buku bacaan anak, meski itu masih minim. Kami mencoba untuk terus menggalang buku bacaan, alat tulis, alat menggambar, white board, rak buku, meja membaca dan karpet, dll. 

 Kami senang dan bangga, karena lokasi perpustakaan yang strategis di tengah kampung, dikelilingi 2 TK, 2 sekolah dasar, 3 SMP, 1 SMA dan 1 SMK menjadikan perpustakaan Lakoat.Kujawas selalu ramai setiap sore. Jumlah anggota aktif 65 orang, mayoritas pembaca setia adalah anak usia SD dan SMP dan dibantu 3 relawan penjaga perpustakaan. Kami optimis bahwa ruang kreatif ini bisa menjadi satu alternatif kegiatan/aktivitas baru bagi warga Mollo. 

 Apa Saja yang Bisa Anda Donasikan?

1. Buku yang kami butuhkan: buku bacaan anak, majalah anak, buku dongeng, cerita rakyat, dsb. Buku cerpen atau novel untuk remaja dan dewasa. Majalah ilmu pengetahuan seperti National Geographic dan ensiklopedia. Buku terkait pertanian dan teknologi pertanian. Majalah pertanian (Trubus, dsb). Buku resep masakan, buku panduan ketrampilan menjahit, menganyam, bordir. Buku terkait ekonomi kreatif.
2. Tenaga. Berminat jadi relawan pengajar bahasa asing, matematika, lukis, tari, teater? Whatsapp 081338037075.
3. Donasi rak buku, karpet, meja belajar, white board dan LCD/proyektor (untuk keperluan nonton film dan diskusi).
4. Buku tulis, alat tulis, alat melukis dan mewarnai

Kami ada di Jalan Kampung Baru No. 2 Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT 85552. No Telpon 081338037075. Donasi bisa dikirim langsung ke alamat tadi. Atau ditransfer ke Rekening Bank BRI No. 0277 01010910 50 5 atas nama CHRISTIANTO SENDA (No. Kontak 081338037075). 


Untuk donatur buku di wilayah Kupang, buku bisa didrop ke relawan Buku Bagi NTT Regio Kupang. Saudara Ellen Bataona (No Hape 085228415720). Alamat Jalan Bundaran PU Gang II NO. 1 (Belakang Apotek Karona Farma Oebufu), Oebufu Kupang. Dari arah Bundaran PU, gang di sebelah kanan setelah cabang jalan Soverdi.

Terima kasih. Salam #LakoatKujawas

#Mollo #Timor #LKJWS #socialenterprise #creativeeconomy #library #homestay #coworkingspace #donasibuku #bukubagiNTT #bukubagiMollo


Anak-anak Mollo

workshop tenun bersama mama Via di Noebesi




Produksi kopi kerjasama wirausahan muda Mollo dengan petani lokal

Aktivitas di Lakoat.Kujawas social enterprise

Mama Via, petani dan penenun di kampung Noebesi





Kamis, 15 September 2016

Knowing More Than Just Mollo


Lakoat.Kujawas Homestay is located on Jalan Kampung Baru, No. 2 Taeftob Village North Mollo, Southern Central Timor, East Nusa Tenggara. It is located 130 km away from Kupang or 18 km north of SoE City, lakoat.kujawas offers more than just a house to stay, enjoying the typical fresh air of the mountains, a wealth of history and tradition, the hospitality of Mollo people, cooking and enjoying a variety of local food directly from the community houses. Managed by Christian Dicky Senda, a short story writer who has a great interest in arts and culture of Mollo with his farmer parents and have a great interest in the culinary world. Dicky is currently researching the diversity of Mollo local food along with its processing recipes for the purposes of writing literature. (Mollo, Selayang Pandang, can be readhere)
the host: Dicky, Mama Rika and Bapa Senda

We offer a number of special activities. If you're in lakoat.kujawas on Thursday, you will be invited by Dicky to explore traditional markets in Kapan, the capital district of Northern Mollo. There, you will find vast organic agricultural products from the community, including food ingredients that are rarely found in markets. You can shop and cook them together with Dicky and Mama Rika in lakoat.kujawas kitchen. Another excitement that we offer is trekking to several villages surrounding Tafetob Village, meeting with the weavers and eating local food in Bosen Village (weaving class with Mama Yakobeth and friends is a special offer for you), interacting with oranges and betel farmers in Lelokasen. Or, you can choose to do the trekking, further and more challenging to Manesat Anin and Noebesi village as far as 8 km, round trip on crystal clear Sebau River from Mutis Mount, heading to the south coast of Timor. In Noebesi and Manesat Anin, you can visit the weaver and community garden, harvesting sweet potatoes and vegetables, learning to make bose corn and cooking with local residents. There are several special menus, such as bose corn, boiled yellow cassava and roasted sweet potatoes, all of which can be enjoyed with grilled chicken and gala-gala (turi) flowers lu'at chutney.Don't forget to bring books or make some fun activities with children there. 
Kapan traditional Market

Lakoat.Kujawas Homestay is integrated into social entrepreneurship project tried to be developed by Dicky Senda tried together with his native Mollo friends with the mission of ecotourism development in Mollo. Those integrated include co-working space with library and discussion room as a platform for various employment opportunities in achieving and collaboration work with Mollo community in arts, literacy, culture, agriculture and creative economy. Lakoat.Kujawas is also pioneering an online store on Instagram, selling several typical products of Mollo, such as typical organic lu'at chutney of Mollo, Mollo homemade coffee, organic corn bose, Mollo honey forest and woven fabrics of Mollo. So when visiting Mollo, you will not only stay and enjoy the richness of nature and culture of Mollo, but you can also try a brand new experience in interacting and exchanging experiences with the locals, learning local wisdom and contributing anything, moral and material for the development of local resources. (See also 5+1 Things You Needto Know about Mollo).

Below are several other tourist destinations that you can visit while staying at Lakoat.Kujawas.

1.      Oehala Waterfall, located in the region of Central Mollo. It takes about 20 minutes by private vehicles leased from local people to reach this cascading waterfall. You can enjoy sunset with a view Mollo Mount and Noelmina Valley from Bolaplelo altitude, stopping by orange and vegetable plantations Oelbubuk and Netpala. Netpala Village itself is one of the oldest indigenous villages in Mollo.
Oehala waterfall

2.      Fatumnasi, it has natural forests and rivers. It is one of the entrances to Mutis Mount, which is considered sacred by people Mollo. In protected forest near Fatumnasi, you can see Ampupu trees, a type of flourishing eucalyptus, even a part of forest had been dwarfed, and forming a natural bonsai. In Fatumnasi, you can stay at Lopo Mutis Homestay, run by Anin family. The host, Father Matheos Anin is friendly figure and is one of the elders of Fatumnasi. Staying in Lopo Mutis in the form of ume kbubu, a traditional house of Dawan tribe, that will provide an amazing experience. For you who are interested in learning the culture and history of Mollo people, Father Anin is one of proper speakers. If you come to Fatumnasi on Monday, you can go to traditional markets and shop for local food ingredients to be cooked with family of Father Anin. In the afternoon, it can be an opportunity for trekking to the carrot, potato, leek and garlic plantation owned by community or bathing in the river of which springs originated from the slopes of Mount Mutis. Do not forget to buy woven fabrics created by women in Fatumnasi as souvenirs. On the way to and from Fatumnasi, there are several attractive points that you can visit, including Fatukoto Lake, and drop by to one of the important sites of Mollo people, namely Fatunaususu which has become a symbol of opposition of the residents who refused marble mining, a dozen years ago. 
Netpala Village
3.      Promenade in Kapan Town, the capital district of North Mollo. It is one of the old towns in Timor, built by the Dutch when they desired control over the sandalwood trade route in Timor, reportedly it was once called Midden Timor, for it became a halfway point in the territory controlled by the Dutch, before being moved to SoE, into Zuid Midden Timor, a level equals to regency and remains until today. Prior to the Dutch entry, Kapan itself was still a part of Oenam kingdom, led by King Sonbai, and there were many Chinese who came to trade and married to local residents. The traces of Chinese descents in Mollo can still be found today in Chinatown, O'besi Village to remote areas in mountain slopes of Mollo. Since the 1950s, the people from Bugis and Sabu also entered Kapan, from initially traded every day in markets, to finally settle down and form its own community. Bugis Village in the old market areas (nearby Embun Mollo VIllage and Chinatown) and the village settlement of Sabu people in new markets. In Embun Mollo Village, Rest house was once built, and is highly popular as a guest house for important officials and guests visiting Timor, including General Nasution. Unfortunately, the historic building was torn down and rebuilt for a new structure, thus losing its historical value. In Kapan, if you are interested in learning the art and culture, you can meet two key figures, some kinds of physicians who master various Mollo traditional treatments, and one the other one is speaker of indigenous languages, especially in the field of marriage which is increasingly rare to encounter. Of course, in Kapan, there is also a platform for creative economy or social entrepreneurship called Lakoat.Kujawas which is seeking to collect local potentials into a new force in the hope of being managed by community for common interest.
4.      Kote Fortress in Sebau, was one of the royal bastions in Mollo once upon a time. Currently, the ruins of the bastion and traditional houses are in preservation efforts by the next generation. Nearby the castle, there is a river flowing throughout the year, crystal clear water flowing from Mutis Mount towards the south beach. There are several points of camping on the riverbank that can be your choice to spend the night and enjoy the cool air of Mollo Valley.
Fatumnasi
For more information, you can contact us:
Telephone: 081338037075 (Dicky Senda)
Or see our profile on Instagram @lakoat.kujawas, Twitter @lakoatkujawas, blog www.lakoatkujawas.blogpspot.co.id and Page www.facebook.com/lakoat.kujawas

NB: Currently, lakoat.kujawas provides 2 bedrooms with a capacity of 2 people per room, and we are currently building two units of ume kbubu (traditional house of Dawan tribe) with a capacity of 3 people per ume kbubu in Taeftob Village. In the near future, lakoat.kujawas will also be integrated with other homestays run by residents in Taeftob Village and in other villages in the region of Mollo. The tariff per room is IDR 75,000/night, including breakfast. The price is not included lunch and dinner, public transportation (taxibikes or shuttle) to several location points and local tourist guide services.
the Hill in Netpala Village
How to reach Lakoat.Kujawas?
Our location in on Jalan Kampung Baru, No. 2, Taeftob Village, North Mollo, TTS, NTT.
From Kupang:
1.      Take Kupang - Kapan travel service. Depart from Kupang between 1-3 pm. It takes around 3 hours. Phone Number of Travel Service 081210999432 (Hendrik Travel). The tariff is IDR 50,000 / person (shuttle).
2.      Take busses from Kupang-SoE or Kupang-Kefa or Atambua-Kupang from Oesapa Kupang. Get off in Kapan branch. Bus fares IDR 30,000/ person. In  Kapan branch, take a taxibike to Ibu dan Anak Hospital, it costs IDR 5,000. Take yellow public transportation from the junction next to Ibu dan Anak Hospital Nonohonis, it costs 15,000/ person.
Mama Mina, the weaver, our parner di LKJWS
 How to reach Lopo Mutis homestay in Fatumnasi (if you want to go to Mount Mutis or Mutis forest) from Lakoat Kujawas:
. Use ojek, it costs IDR 35,000, or use public trasportation (kind of pick up car) it costs IDR 20,000. You can also rent a pick up, it costs IDR 200,000 for one way.  

Souvenirs from Mollo:
Lakoat.Kujawas produces lu'at organic chutney (original and beef liver), Mollo homemade coffee, jagung bose, and Mollo forest honey and sells woven fabric produced by weaver group of Noebesi. They can be ordered via Instagram @lakoat.kujawas.

Mollo typical woven fabric can also be found in Kapan traditional market (every Thursday), Fatumnasi traditional market (every Monday) and Tobu traditional market (every Saturday).

Translated by Yustin Liarian
Lakoat.Kujawas Homestay


Organic Mollo Coffee

Minggu, 11 September 2016

Aneka Produk Pangan Organik dan Tenun Khas Mollo di Toko Online Lakoat.Kujawas

Beberapa produk oleholeh khas Mollo, Timor Tengah Selatan yang jadi unggulan desa Taiftob di proyek kewirausahaan sosial @lakoat.kujawas segera bisa dibeli. Kain tenun karya artisan tenun Mollo, madu hutan Mollo, jagung bose organik dari kampung Manesat Anin, sambal lu'at organik khas Mollo dan satu lagi yang sedang dalam proses pengepakan yakni kopi Mollo. Silakan mampir ke Instagram @lakoat.kujawas untuk beli beberapa produk kami sekaligus support petani dan penenun lokal di Mollo. #kerjabarengwarga #kerjakolaborasi#mollo #timor #LKJWS #lakoatkujawas #community#coworkingspace #ecotourism #homestay #library#socialenterprise #creativeeconomy #kainmollo#tenunmollo www.lakoatkujawas.blogspot.co.id

Untuk pembelian produk organik khas Mollo, silakan via Instagram/lakoat.kujawas atau WA 081338037075

Minggu, 07 Agustus 2016

Ketika Kaum Muda Kerja Pengarsipan Bersama Petani

Dicky Senda dari Lakoat.Kujawas bersama para mahasiswa magang dari Univ, Nusa Cendana

Kami memulai menggarap project Lakoat.Kujawas ini dengan sukacita sejak bulan Juni 2016. Dengan niat bahwa di kampung kami harusnya sudah ada ruang yang produktif melakukan berbagai kerja kreatif antar sesama warga sendiri maupun antara warga dengan orang dari luar kampung. Bicara Mollo yang kaya akan potensi pertanian, salah satu yang menurut kami menarik untuk dikerjakan, melibatkan tentu saja para petani lokal dan orang-orang muda yang tertarik. Beberapa dari kami sudah mengalami proses bekerja di komunitas kreatif di Kupang dan SoE lebih dari 5 tahun terakhir ini. Kami merasa bahwa dalam komunitas, banyak hal positif bisa dilakukan bersama. Kerja kolaborasi kalau istilah kekiniannya.

Dengan melihat begitu banyak potensi sumber daya alam dan manusia di Mollo yang terabaikan, bahkan tak tersentuh sama sekali, kami semua yang terlibat dalam proyek kecil ini merasa perlu merintis sebuah komunitas untuk melakukan kerja kolaborasi yang produktif dan kreatif. Jejaring di media sosial telah banyak membantu, misalnya, ketika kami akhirnya dipertemukan Perkumpulan Pikul yang punya perhatian ke pengembangan model kewirausahaan sosial (social enterprise) dengan British Council dan banyak sekali pelaku SE di berbagai daerah di NTT. Mereka yang juga melakukan hal yang sama atau mirip dengan kami: semangat untuk membangun komunitas-komunitas kecil di kampung dengan memadukan antara bisnis (profit) dan penmbangunan manusia/komunitas (people) tanpa terlepas dari tanggungjawab untuk melestarikan lingkungan hidup (planet). Ini nilai yang kami rasa sangat penting dan cocok sebagai pedoman di Lakoat.Kujawas.

Dari Perkumpulan Pikul akhirnya kami dipercaya untuk melakukan kerja kolaborasi, yang kami sebut #kerjabersamawarga. Sebuah upaya untuk mengajak anak-anak muda dari perkotaan entah mahasiswa, dosen, peneliti, seniman, penulis, dll untuk datang secara sukarela, tinggal dan melakukan kerja produktif bersama warga. Harapannya bahwa akan ada proses interaksi, diskusi, transfer ilmu, kerja bersama dan saling belajar antar warga/komunitas dengan para relawan tentu saja dengan mengutamakan nilai dasar people, profit dan planet tadi.

#KerjaBersamaWarga kali ini bersama 4 orang mahasiswa, Sara Atupah, Luis Sir, Yenni Dodo dan Yulius Kelen dari Prodi Komunikasi Antar Budaya Universitas Nusa Cendana yang kebetulan sedang magang selama sebulan di Perkumpulan Pikul. Pikul sendiri sedang berkutat dengan isu ketahanan pangan dan pemetaan potensi pangan lokal bersama dengan warga adalah hal yang sedang dikerjakan oleh mereka. Dengan kesamaan nilai dasar tadi, kami bersedia dan merasa senang keempat mahasiswa tersebut datang untuk melakukan survey potensi pangan lokal di beberapa desa di Mollo, Timor Tengah Selatan sekaligus membantu kami yang sementara juga sedang melakukan pemetaan potensi ekowisata dan resep kuliner lokal yang sedang kami lakukan sebagai sebuah dokumentasi awal kami dalam gerakan kecil ini. 

Kami menyadari betul bahwa para mahasiswa ini memang masih dalam proses belajar, tapi lebih dari itu, menarik juga untuk belajar memahami anak muda masa kini, dari daerah perkotaan. Bagaimana cara pandang mereka terhadap isu ketahanan pangan, informasi tentang keberagaman bahan pangan di kampung, cara mengolah, bagaimana kondisi para petani di Timor, bagaimana anak muda seperti mereka melihat desa dengan segala potensinya bisa dikembangkan tanpa keluar dari nilai yang sudah kita bahas di atas. Ketika bertemu mbak Ari Sutanti dari British Council, ada satu pernyataan beliau yang menurut kami penting. Pertama soal bagaimana warga lokal diberdayakan untuk mengelola sendiri potensi kampungnya jika kita bicara ekowisata. Kedua, penting untuk memahami perilaku anak muda perkotaan yang memang lagi tren untuk berwisata tapi kok masih berjarak ya dengan warga lokal. Menurut Ari, kita yang harusnya dengan kreatif bisa menarik simpati kelompok anak muda ini untuk masuk, kenal dan peduli dengan lingkungannya. Jika sudah hadir, memahami dan ikut berpartisipasi, tentu hal itu yang sangat kita harapkan. Dengan keempat mahasiswa magang ini pun demikian. Misalnya, kami ingin kemampuan fotografi dan videografi mereka bisa ikut terkontribusi dalam upaya pengarsipan potensi desa yang sementara dilakukan Lakoat.Kujawas. Dalam proses penggarapan itulah mereka bisa kenal dan memahami isu-isu sosial yang ada di sekitar mereka. Dan alangkah lebih baik lagi ketika kemudian mereka bisa menjadi agen informasi baru tadi kepada teman-teman muda lainnya di kota. 

Selama 4 hari, kami mengajak mereka untuk melihat keragaman bahan pangan lokal di pasar tradisional Kapan. Belanja dan memasak bersama di dapur Lakoat.Kujawas (beberapa resep menu pangan lokal akan kami bagi di blog ini). Treking dan panen daun mint (onat lao) ke Kampung Baru di desa Taeftob, panen jeruk dan trekking di kebun sirih warga kampung Lelokasen di desa Eonbesi. Hari berikutnya, berjalan sejauh 14 km menyusuri kali Sebau menuju kampung Manesat Anin untuk belajar bikin jagung bose dan melihat langsung bagaimana warga Mollo berkebun. Apa saja isi lumbung dan kebun mereka. Banyak hal tak terduga ditemui di sini, termasuk resep baru pembuatan sambal lu'at menggunakan daun gala-gala (kembang turi). Sambal yang luar biasa ketika dinikmati dengan singkong kuning rebus, ubi kapuk bakar dan jagung bose. Di lokasi yang sama, para mahasiswa ini memberikan sumbangan buku tulis, alat tulis dan beberapa buku pelajaran untuk anak-anak kampung Manesat Anin. Sebuah kerja kolaborasi (transfer pengetahuan) yang luar biasa dan memang perlu ada ruang interaksi seperti ini. 

Dua hal yang bisa kami petik dari pengalaman survey ini adalah, pertama, ada kesan dan pengakuan langsung dari mereka, orang-orang muda perkotaan ini tentang keanekaragaman pangan lokal yang mengeyangkan selain nasi. Kesadaran untuk meninjau kembali paradigma bahwa dikatakan 'makan' kalau sudah mengonsumsi nasi atau ubi itu cuma 'snack' (untuk makan main-main saja). Bahwa tak konsumsi nasi sama dengan kelaparan. Sementara di kebun masih ada ubi, jagung, sorgum, singkong, kacang, pisang, dsb. (Catatan: ketika kami survey sebenarnya sebagian warga sedang pergi ke kantor desa untuk mengambil jatah raskin. Beras untuk orang miskin. Kami jadi bertanya-tanya kembali tentang definisi 'miskin'. Di Indonesia, beras masih jadi ukuran, kawan).

Kedua, sebagai orang muda, ini adalah pengalaman pertama terlibat dalam sebuah kerja kolaborasi secara sukarela dengan warga. Berharap ini bisa memberikan cara pandang baru, bagaimana setiap orang punya tanggungjawab untuk melibatkan diri dalam usaha/kerja bersama, untuk kepentingan banyak orang.

Pada akhirnya, kami mau bilang bahwa ini sebuah langkah baru, kecil dan sedang dalam proses. Semua yang membaca tulisan ini bisa berkontribusi, secara langsung maupun lewat dunia maya. Secara moril maupun materil. Ide, tenaga, donasi buku dan uang untuk proyek kerja kolaborasi di bidang literasi, kesenian, kebudayaan, pertanian, ekonomi kreatif, dll masih terbuka lebar. Kontak kami di lakoat.kujawas@gmail.com, atau telpon ke 081338037075. Kami sedang berpikir untuk membuat program residensi bagi seniman, penulis, atau peneliti untuk tinggal dalam waktu lebih lama dan membuat kerja kolaborasi lebih intens. Ada yang berminat?

Beberapa produk SE kami kerjasama dengan penenun dan petani lokal bisa dibeli di Instagram @lakoat.kujawas. Like dan simak juga progres kami di page www.facebook.com/lakoat.kujawas. Kamu orang berikut yang terlibat di #kerjabersamawarga? Salam hangat dari desa Taeftob, Mollo Utara.


Dicky Senda
Director 
 
Belajar bikin jagung bose bersama mama Via

Sambal lu'at terong baakr dengan ubi kapuk bakar

Yenni dan Sara ikut memasak bersama mama Adel dan mama Tia

ubi kapuk tumbuh rimbun menjalar di pohon turi

bapa Tobias Kamlasi di lumbung jagung dan kacang miliknya

bahan untuk membuat sambal lu'at bunga turi

Bersih, hujau dan alami, penampakan desa Manesat Anin