We present a concept of social enterprise/social entrepreneurship based in Mollo, Timor and utilize the natural and cultural potential for economic improvement as well as the empowerment of local communities, particularly young people. Our focus includes literacy, art-culture and the creative economy. This project involves the youth community, village library as a center for arts and culture, homestay and creative economy. It is located in Jl. Kampung Baru, No. 2, Village of Taeftob, District of North Mollo, South Central Timor, East Nusa Tenggara, Indonesia 85552. Telp./Whatsapp 081338037075. E-mail: lakoat.kujawas@gmail.com.

Tampilkan postingan dengan label literary. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label literary. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 September 2016

Kabar Baik Dari Perpustakaan Lakoat.Kujawas

Perkenalkan, kami Lakoat.Kujawas sebuah gerakan anak-anak muda di NTT di bidang kewirausahaan sosial, dirintis di desa Taiftob, kecamatan Mollo Utara, kabupaten Timor Tengah Selatan. Mengapa dimulai dari desa? Melihat berbagai tren yang terjadi dewasa ini, orang-orang, terutama generasi muda cenderung untuk meninggalkan desa atau kampung dan mengadu nasib di perkotaan. Di saat yang sama, banyak sekali potensi di kampung yang masih kurang tergarap dengan baik bahkan ditinggalkan begitu saja. Beberapa diantara kami kemudian memutuskan untuk pulang kampung dan mencoba melakukan usaha-usaha di bidang ekonomi kreatif di kampungnya. (Baca Kisah Dibalik Lahirnya Lakoat.Kujawas). 


Di Mollo kami menemukan banyak sekali potensi di bidang pertanian, ekowisata, sejarah dan budaya (Baca: 5 Fakta Menarik Tentang Mollo). Di sisi lain, kita semua juga tahu bahwa permasalahan pendidikan, kesehatan, atau buruh migran ilegal ada dan terjadi di depan mata. Ini pekerjaan semua orang, bukan saja pemerintah namun bagaimana masyarakat juga berperan secara aktif, saling dukung dan saling membangun. (Baca: visi misi Lakoat.Kujawas).

 Lakoat.Kujawas memilih jalan kewirausahaan sosial sebab kami percaya, ini model yang pas dan cocok untuk Mollo. Pas dengan prinsip 3P, peple, profit dan planet. Lakoat.Kujawas adalah kewirausahaan yang melibatkan petani dan penenun lokal, anak-anak dan kaum muda. Kami mengutamakan sharing economy, dimana semua pihak yang terlibat punya akses juga untuk peningkatan ekonomi. Dan sejalan dengan peran Mollo sejak dulu kala sebagai penjaga gunung, mata air dan hutan. Karena Mollo adalah jantungnya pulau Timor. 

Lakoat.Kujawas mengintergasikan desa wisata dengan workshop tenun, dapur pangan lokal, perpustakaan kampung, rumah produksi oleh-oleh khas Mollo (bekerjasama dengan petani dan penenun), homestay yang dikelola warga (termasuk guide lokal), ruang kerja kolaborasi dan diskusi. (Baca: Lakoat Kujawas dan Kerja Pengarsipan). Ke depan mimpi kami adalah membangun radio komunitas, punya koperasi yang beranggotakan anak-anak muda, serta punya program residensi seni dan lingkungan bagi seniman, peneliti, dosen, aktivis sosial budaya, mahasiswa, dll. Sejuah ini kami sudah mulai membangun jaringan dengan pemerintah desa Taiftob dan Desa Bosen. Berkolaborasi dengan kelompok tenun desa Taiftob dan desa Bosen. Juga melakukan ujicoba paket trekking, wisata pangan lokal dan kelas tenun bekerjasama dengan petani dan penenun di kampung Manesat Anin dan Noebesi di Mollo Selatan. (Artikel Tentang Paket Ekowisata di Mollo)

Berbicara Perpustakaan kampung, kami merintisnya di desa Taiftob. Dari pengalaman Dicky Senda, penulis sastra yang bergabung di Lakoat.Kujawas dan tinggal di desa Taiftob, ada hal menarik terkait minat baca ia dan teman-temannya di tahun 90an dan minat baca anak-anak di tahun 2016. Dicky melihat bahwa minat dan kerinduan itu masih sama, namun seiring berkembangnya zaman, akses ke perpustakaan atau ruang membaca bukannya semakin membaik malah hampir tidak ada. Perpustakaan yang dibangun pemerintah di sekolah-sekolah hanyalah ruang kosong, sedangkan ruang membaca yang tahun 90an dirintis oleh para pastor/misionaris sudah tidak ada lagi. Sebagai penulis, Dicky kemudian berinisiatif membangun perpustakaan kampung di bekas gudang rumahnya. Perpustakaan yang tidak hanya sebagai tempat pinjam atau baca buku saja, melainkan bisa jadi ruang diskusi, belajar melukis, menulis kreatif, matematika atau bahasa asing, menonton film, dan latihan teater atau tari, bekerjasama dengan teman-teman yang sudah bersedia jadi relawan pengajar. Didukung Komunitas Buku Bagi NTT, Donasi Buku ID, teman-teman relawan dari Perkumpulan Pikul, dan pribadi-pribadi yang juga punya perhatian besar pada dunia membaca di NTT, akhirnya perpustakaan ini dibuka bulan Agustus 2016. Awalnya hanya mengandalkan koleksi buku sastra dan satu buah rak milik keluarga Dicky. Sejauh ini sudah ada donatur yang membantu mengadakan satu unit rak buku baru dengan buku bacaan anak, meski itu masih minim. Kami mencoba untuk terus menggalang buku bacaan, alat tulis, alat menggambar, white board, rak buku, meja membaca dan karpet, dll. 

 Kami senang dan bangga, karena lokasi perpustakaan yang strategis di tengah kampung, dikelilingi 2 TK, 2 sekolah dasar, 3 SMP, 1 SMA dan 1 SMK menjadikan perpustakaan Lakoat.Kujawas selalu ramai setiap sore. Jumlah anggota aktif 65 orang, mayoritas pembaca setia adalah anak usia SD dan SMP dan dibantu 3 relawan penjaga perpustakaan. Kami optimis bahwa ruang kreatif ini bisa menjadi satu alternatif kegiatan/aktivitas baru bagi warga Mollo. 

 Apa Saja yang Bisa Anda Donasikan?

1. Buku yang kami butuhkan: buku bacaan anak, majalah anak, buku dongeng, cerita rakyat, dsb. Buku cerpen atau novel untuk remaja dan dewasa. Majalah ilmu pengetahuan seperti National Geographic dan ensiklopedia. Buku terkait pertanian dan teknologi pertanian. Majalah pertanian (Trubus, dsb). Buku resep masakan, buku panduan ketrampilan menjahit, menganyam, bordir. Buku terkait ekonomi kreatif.
2. Tenaga. Berminat jadi relawan pengajar bahasa asing, matematika, lukis, tari, teater? Whatsapp 081338037075.
3. Donasi rak buku, karpet, meja belajar, white board dan LCD/proyektor (untuk keperluan nonton film dan diskusi).
4. Buku tulis, alat tulis, alat melukis dan mewarnai

Kami ada di Jalan Kampung Baru No. 2 Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, NTT 85552. No Telpon 081338037075. Donasi bisa dikirim langsung ke alamat tadi. Atau ditransfer ke Rekening Bank BRI No. 0277 01010910 50 5 atas nama CHRISTIANTO SENDA (No. Kontak 081338037075). 


Untuk donatur buku di wilayah Kupang, buku bisa didrop ke relawan Buku Bagi NTT Regio Kupang. Saudara Ellen Bataona (No Hape 085228415720). Alamat Jalan Bundaran PU Gang II NO. 1 (Belakang Apotek Karona Farma Oebufu), Oebufu Kupang. Dari arah Bundaran PU, gang di sebelah kanan setelah cabang jalan Soverdi.

Terima kasih. Salam #LakoatKujawas

#Mollo #Timor #LKJWS #socialenterprise #creativeeconomy #library #homestay #coworkingspace #donasibuku #bukubagiNTT #bukubagiMollo


Anak-anak Mollo

workshop tenun bersama mama Via di Noebesi




Produksi kopi kerjasama wirausahan muda Mollo dengan petani lokal

Aktivitas di Lakoat.Kujawas social enterprise

Mama Via, petani dan penenun di kampung Noebesi





Senin, 04 Juli 2016

5+1 Things That You Need to Know About Mollo!

Matheos Anin, amaf dari Fatumnasi di dalam ume kbubu-nya
Matheos Anin, amaf  of Fatumnasi, in his Ume Kbubu

  1. Mollo is our sister. The people of Meto in the region of Timor Tengah Selatan regard Mollo as their sister, while Amanatun and Amanuban are the brothers. The girl lives on the mountain, while the boys live in the coastal area. Probably, it is also the reason why the name of Mollo is different from the typical names of areas in West Timor (especially in the region of Timor Tengah Selatan and the region of Kupang) which usually have “Ama/Am” in front, for example Amanuban, Amanatun, Amfoang, Amarasi, Ambeno, etc. For complete story of history and civilization of the people of Meto in Mollo, there are many Amaf or village elders that we can talk to. For instance, there is Matheos Anin in Fatumnasi and Petrus Almet in Lelobatan. From them, we can gather information about social structure of the people of Meto, starting from Usif (the king), amaf (the elders), Mafefa (the spokesman), to the lay people; we can also get information about traditional law, communal land, fairy tales, myths, and so on. It is an interesting experience to hear the people of Mollo talking in Dawan language or in Bahasa Indonesia because they have their own dialect. There is a beautiful rhythm which is interesting for the ears to listen to. As if they are singing the sentences. There is also a strong assimilation of culture in Mollo. The Chinese people have been living there for hundreds of years, blended in marital relationship with the people of Mollo and give births to new generations and culture. There also many people from Sabu and Bugis (South Celebes).
  2. Mollo is the complete mixture of the richness of nature and culture. As it is located in higher land, its natural landscape is also astonishing. The string of mountains from Mollo to Mutis shrouded by the forest of ampupu (Eucalyptus urophylla) one of the endemic plants in Timor. The trees of pine with pasture and cattle roam freely will remind you of villages in Europe. Mollo gives us a magical impression of its look during the rainy season and dry season. The tradition is also well-maintained. People who live in ume kbubu, the round houses of thatch grass, will welcome you with a warm smile, betel nut and sopi (local type of gin), of course if you want to drink. In that warm house, together with the hosts, you may eat jagung bose (corn cooked traditionally in Timor) and se’i (smoked meat), talking about gardens of garlic and the harvest season for the honey in the forest. There are many traditions and rituals that are well maintained, starting from opening new gardens, the planting time up to the harvest time. If you are lucky, you might be invited into the forest to do the harvest for honey. You may witness how the Meo, the hunter, persuading the bee regarded as Fetonai or grand lady with a poem so he will not get bitten. Timor offers a distinct impression that is probably different from Flores or Sumba. You might be one of the ones who wants to know about it personally.
  3. Mollo is the guardian of the environment. Since thousands of years, the ancestors of Mollo are already living in a noble task: to protect the forests and springs. Keeping the overall existing ecosystems. Because Mollo is the heart that pumps blood and energy throughout the body. There is a respect honored to the universe. There is concept of batu nama (fatukanaf) and air nama (oekanaf). The elements of the universe are characterized by place, by the spirit and ownership in accordance with the name of each clan. This sense of intimacy and ownership is the reason why the people of Mollo cannot escape from this noble task. Because the damage to one of the natural elements will also damage other elements. This intimacy gives birth to many fighters who fight against the mining and forests’ function shift. One who is known and recognized by the world is Mama Aleta Ba’un, the winner of the Goldman Prize.
  4. For culinary in Mollo, it is generally similar to other areas in Timor. Without much spices and rely more on the authenticity of the taste and texture of the food (except a few dishes that have been influenced by Chinese tradition). Jagung Bose or jagung katemak, is a type of food made of corn which is cooked along with several types of nuts, can also be mixed with pumpkins or the shoots. It is cooked without coconut milk. You can have that with the salted or even unsalted grilled or boiled meat. So if you have never eaten jagung bose and grilled meat with forest honey, you can get that in the kitchen of Timorese, the people of Mollo. Talking about culinary in Mollo which are influenced by the Chinese tradition, there are some processed meat or lard, for example babi oangke or salted biscuits. Sambal lu'at from Mollo is also typically special, because in a mountain area that has many kinds of mint or basil, for example onatlao, ut sipa, ut manu, etc, the taste of sambal lu’at can be very rich (also very good to have it along with the boiled pisang luang – a type of banana typical to Timor). Some people even add sliced ​​of bamboo shoots and beef liver. It is so delicious! If you visit the weekly market (every Thursday in Kapan, every Saturday in Tobu, and every Monday in Fatumnasi), you can also buy popcorn made of local corn strain, chips of pig skin (which is very good to have along with laru, a local alcoholic beverage made of fermented roomie palm). There are plenty of local organic fruits and vegetables that can be purchased and processed at people’s house.
  5. Looking at Mollo, it doesn’t mean that there is no problem there. Various issues, such as the mining issue and weather anomaly which affects farming, and also about the migrant workers, are today’s problem we face in Mollo. The access for education for the young people needs to be developed and encouraged. Another issue is about the tradition of storytelling which is now left behind and unfortunately has not been well-documented yet. It becomes a restlessness for activists of culture and literature. Similarly is the weaving activities for young people.

+1 Lakoat.Kujawas or #LKJWS.

In Mollo, there is a creative project created by the young people. Christian Dicky Senda, a young writer and activist, originally from Mollo, created a social enterprise concept involves local residents, along with his friends from various areas such as Kupang, Sumba, Jogjakarta and Melbourne, not only from Mollo. Lakoat.Kujawas taken from the names of two fruits that are planted and flourished in Mollo. Lakoat or loquat fruit was originally from Japan and kujawas is guava. By leveraging advances in internet technology, especially through social media, lakoat.kujawas is hoped to become a new platform that connects individuals to create collaborative working in Mollo, particularly in the arts, literacy, culture and environment areas. #LKJWS is a community that is open and connects citizens of Mollo with the people all over the world. #LKJWS pioneering a library in the village Taeftob, North Mollo, which can be accessed by anyone. #LKJWS will soon be selling handicrafts and food products typically from Mollo on Instagram, cooperate with the women weavers in Mollo. #LKJWS manage simple homestay at people’s houses. Come to stay and interact directly with the local people. Contact us through email at lakoat.kujawas@gmail.com or Whatsapp 081338037075, if you want to work collaboratively with people as well as wanting to learn about the culture Mollo. Come, we are waiting for you!

***

  1. Mollo adalah saudara perempuan kita. Orang Meto di kabupaten Timor Tengah Selatan menganggap Mollo adalah sang perempuan, sedangkan saudara lelakinya adalah Amanatun dan Amanuban. Perempuan di gunung, sedangkan lelakinya lebih dekat ke pesisir. Barangkali nama ini juga yang membedakan dengan nama wilayah lain di Timor Barat (terutama di kabupaten TTS dan Kabupaten Kupang) yang serba "Ama/Am", contohnya Amanuban, Amanatun, Amfoang, Amarasi, Ambeno dll. Untuk lebih jelas mengenai sejarah dan peradaban orang Meto di Mollo, ada banyak amaf atau tua adat yang bisa kita temui untuk mendapatkan informasi secara lengkap. Misalnya, di Fatumnasi ada bapa Matheos Anin. Atau bapa Petrus Almet di Lelobatan. Dari mereka, informasi mengenai struktur sosial orang Meto di Mollo dari tingkat paling tinggi yakni usif (raja), amaf, mafefa atau juru bicara, hingga kalangan rakyat biasa atau informasi mengenai hukum adat, tanah ulayat, dongeng, mitos dan seterusnya. Menarik sekali mendengar cara orang Mollo bertutur dalam bahasa Dawan atau Bahasa Indonesia, ada dialek yang khas. Ada semacam irama yang asyik di telinga. Seperti mendengar orang melagukan kalimatnya. Ada percampuran kebudayaan yang kental di Mollo. Orang-orang Cina sudah menetap ratusan tahun lamanya di Mollo, kawin mawin dan melahirkan generasi dan budaya baru yang tak kalah unik. Banyak juga orang Sabu dan Bugis di sana.
  2. Mollo adalah paduan komplit antara kekayaan alam dan budaya. Karena berada di dataran lebih tinggi, bentang alamnya lebih menakjubkan. Deretan gunung dari Mollo hingga Mutis yang diselimuti hutan ampupu (eucalyptus urophylla) salah satu tumbuhan endemik di Timor. Pepohon pinus dengan padang rumput dan sapi yang bebas berkeliaran akan mengingatkanmu pada desa-desa di Eropa. Mollo memberikan kesan ajaib bagi kita tentang rupanya di musim penghujan dan musim kemarau. Tradisi manusianya pun masih terjaga dengan baik. Masyarakat yang tinggal di ume kbubu, rumah bulat dari rumput ilalang akan menyambutmu dengan senyum hangat, sirih pinang dan tentu saja sopi, jika kau mau meminumnya. Di rumah yang hangat itu, kau bisa saja makan jagung bose dan daging se'i bersama tuan rumah, diajak bercerita tentang kebun bawang putih dan musim memanen madu di hutan. Ada banyak tradisi dan ritual terpelihara dengan baik, dimulai dari membuka kebun baru, menanam hingga musim panen. Jika beruntung kau bisa diajak masuk ke hutan untuk memanen madu. Melihat langsung sang meo, sang pemburu, merayu lebah yang dianggap sebagai Fetonai atau perempuan agung dengan puisi agar tidak digigit. Timor menawarkan kesan yang barangkali berbeda dengan Flores atau Sumba. Anda barangkali salah satu yang ingin mengetahuinya secara dekat.
  3. Mollo adalah penjaga lingkungan. Sejak ribuan tahun, nenek moyang orang Mollo sudah hidup dalam sebuah tugas mulia: menjaga hutan dan mata air. Menjaga keseluruhan ekosistem yang ada. Sebab Mollo adalah jantung yang memompa darah dan energi ke seluruh tubuh. Ada penghormatan kepada alam semesta. Ada konsep batu nama (fatukanaf) dan air nama (oekanaf). Elemen-elemen alam semesta dikarakteristikan, diberi tempat, diberi roh dan kepemilikan sesuai dengan nama setiap marga. Kedekatan dan rasa memiliki alam semesta inilah yang membuat orang Mollo tidak bisa lepas dari tugas mulianya. Sebab kerusakan satu elemen alam akan merusak pula elemen yang lain. Kedekatan ini melahirkan banyak jiwa-jiwa pejuang ketika tambang dan alihfungsi hutan masuk. Salah satu yang dikenal dan diakui dunia karena memperjuangkan kelestarian lingkungan adalah mama Aleta Ba’un, peraih Goldman Prize.
    Atoin Meto
  4. Kuliner Mollo umumnya sama dengan kuliner dari daerah Timor lainnya. Tanpa bumbu meriah, lebih mengandalkan keaslian rasa dan tekstur bahan makanan (kecuali beberapa masakan yang sudah mendapat pengaruh Cina). Jagung bose atau jagung katemak dimasak dengan berbagai jenis kacang, bisa juga dicampur buah dan pucuk labu. Dimasak tanpa santan. Pelengkapnya bisa daging bakar atau daging rebus dengan garam atau bahkan tanpa garam. Belum pernah makan jagung bose, daging bakar disiram madu hutan? Hal itu ada di dapur orang Timor, orang Mollo. Bicara kuliner yang berkembang di Mollo karena pengaruh Cina, ada beberapa olahan daging atau minyak babi, misalnya babi oangke atau biskuit asin. Sambal lu’at dari Mollo juga khas, karena di daerah pegunungan yang punya berbagai jenis daun mint atau kemangi, misalnya onatlao, ut sipa, ut manu, dsb, sehingga citarasa sambal lu’at dari Mollo pun akan sangat kaya di lidah (cocok sekali dinikmati dengan pisang luang rebus). Bahkan ada juga yang menambah irisan rebung dan hati sapi. Sedap sekali. Jika berkunjung pada hari pasar Mingguan (di Kapan setiap hari Kamis, Tobu setiap Sabtu atau Fatumnasi setiap Senin), kalian bisa membeli jagung bunga (pop corn) dari jagung galur lokal, keripik kulit babi (cocoknya ditemani laru, minuman beralkohol hasil farmentasi nira lontar). Ada banyak sayuran dan buah organik lokal yang bisa dibeli dan diolah di rumah warga.
  5. Melihat Mollo, tidak berarti tanpa masalah di sana. Isu lingkungan seperti tambang dan anomali cuaca yang berpengaruh pada pertanian warga serta isu pekerja migran adalah sebagian problem Mollo hari ini. Akses generasi muda pada pendidikan juga harus terus dibangun dan didorong. Tradisi bertutur yang belakangan makin ditinggalkan dan sayangnya belum terdokumentasi dengan baik adalah keresahan tersendiri bagi kalangan pegiat kebudayaan dan kesusastraan. Begitupula aktivitas menenun bagi kaum muda. 
+1. Lakoat.Kujawas atau #LKJWS. Di Mollo ada sebuah proyek kreatif yang baru saja digagas orang-orang mudanya. Christian Dicky Senda, seorang cerpenis dan aktivis muda asal Mollo mengagas konsep social enterprise ini melibatkan warga lokal bersama kawan-kawannya yang tersebar di berbagai daerah seperti Kupang, Sumba, Jogjakarta dan Melbourne, tidak hanya dari Mollo. Lakoat.Kujawas diambil dari nama dua buah yang tumbuh subur di Mollo. Lakoat atau loquat buah yang berasal dari Jepang dan kujawas (guava) atau jambu biji. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi internet khususnya media sosial, lakoat.kujawas diharapkan menjadi sebuah platform baru yang menghubungkan setiap orang untuk membuat kerja kolaborasi di Mollo, khususnya dalam bidang kesenian, literasi, kebudayaan dan lingkungan. #LKJWS adalah sebuah komunitas yang terbuka dan menghubungkan warga Mollo dengan warga seluruh dunia. #LKJWS merintis perpustakaan di desa Taeftob, Mollo Utara, yang bisa diakses siapa saja. #LKJWS segera menjual produk kerajinan tangan dan makanan khas Mollo di Instagram, bekerjasama salah satunya dengan perempuan-perempuan penenun Mollo. #LKJWS mengelola homestay sederhana di rumah warga. Tinggalah dan berinteraksi langsung dengan warga lokal. Kontak kami di email lakoat.kujawas@gmail.com atau Whatsapp 081338037075, jika ingin melakukan kerja kolaborasi dengan warga sekaligus ingin belajar kebudayaan Mollo. Datang saja, kami menanti. 


NB: Foto-foto oleh  Valentino Luis, desain logo oleh Gerald Louis Fori.

Rabu, 15 Juni 2016

Support Perpustakaan Desa Taeftob Mollo Utara

Dukung berdirinya perpustakaan warga di desa Taeftob, Kecamatan Mollo Utara, TTS dengan mendonasikan buku bacaan apa saja (kalau ada buku bacaan anak-anak dan buku terkait teknologi pertanian dan peternakan lebih oke lagi). Supaya anak-anak Mollo juga punya kesempatan untuk mengakses bahan bacaan selain bermain dan nonton TV. Dan para orang tua pun punya akses untuk mendapatkan informasi yang luas terkait dengan aktivitas harian mereka. 
Desa Taeftob sendiri terletak di kecamatan Mollo Utara, sebuah daerah di dataran tinggi dengan curah hujan yang cukup baik dan dekat dengan gunung Mutis, gunung tertinggi di NTT. Mayoritas penduduk di Mollo adalah suku Dawan, dengan pekerjaan petani dan peternak, khususnya sayuran, bawang, jeruk, jagung, kacang, sapi, dsb. Informasi lebih lanjut mengenai project social enterprise lakoat.kujawas, silakan cek link berikut http://lakoatkujawas.blogspot.co.id/2016/06/mollo-memanggilmu.html. Kita semua diajak untuk ikut berkontribusi membangun Mollo, membangun Timor. 

Alamat pengiriman buku:

Christian 'Dicky' Senda

Jalan Kampung Baru, No. 2, Desa Taeftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten TTS, NTT 85552, Tlp. 081338037075




Senin, 13 Juni 2016

The Call from Mollo

Welcome to lakoat.kujawas,

This is an idea of collaborative working which is open to everyone. Yes! Whoever you are! This idea comes from North Mollo, Timor Tengah Selatan, NTT.

Born from the heart of Mollo, heart of the mountain people who for their entire life carry the supposedly noble task of protecting the forests, mountains and springs. Keeping (preserving) their batunama (fatukanaf) and airnama (oekanaf). It means, they named and give the character to the stone and spring according to their clan or family name. 

Why lakoat.kujawas? Lakoat (loquat) and kujawas (guava) are the representations of the natural resources of Mollo. Both plants are close to the childhood memory of the people of Mollo. These plants are usually available at any garden of all people in Mollo. Quietly grown, close to the eyes, remain in memory.

Inspired by the spirit of mutual cooperation, collaboration and connectivity that has been framed beautifully in the form of rhombus, a pattern woven on the woven fabric of the Mollo people, from generation to generation, we offer this platform, a space for discussion and collaboration, especially in the field of literacy, art, culture and social enterprise. We have all seen a lot of natural and cultural potential, we also look at the various deficiencies and backwardness, then in this space named lakoat.kujawas, all forms of ideas and solutions may be realized together, especially in those fields mentioned earlier. We can because we are together, can’t we?

In near future, lakoat.kujawas will be opening a space for discussion for anyone, who lives either in Mollo or Timor Tengah Selatan, and even outside of those two areas, who has love and concern for Mollo in particular and Timor Tengah Selatan in general. We will open up a simple library in Jalan Kampung Baru, in the village of Taeftob, North Mollo that can be accessed by anyone and we will also open collaborative working opportunities of social entrepreneurship among the young people in Mollo, for example by selling the refined products of agricultural/plantation, woven fabrics and other products that have more economic value. We also envision an idea of the village-based tourism management in Mollo in which the people of Mollo can get involved actively as hosts. It is the era of the internet that makes it all possible, right?

There are certainly sundry of ideas that we can achieve in the future. For example, having inspiring classes, doing various kinds of workshops for SMEs and organic farming, art shows and film screening, and so forth. All those activities are hoped to spread positive influence to the younger generation of Mollo and Timor Tengah Selatan.

For further discussion and sharing, please send email to lakoat.kujawas@gmail.com, Whatsapp-081338037075, Facebook fanpage: lakoat.kujawas, Twitter: @lakoatkujawas, and Instagram: @ lakoat.kujawas. Anyone who wants to donate books to the library of lakoat.kujawas, please contact the Whatsapp number above.

Greetings from the village of Taeftob, in the valley of Mollo...

Selamat datang di lakoat.kujawas,
Ini adalah sebuah ide kerja kolaborasi yang terbuka bagi siapa saja. Ya, siapapun Anda. Ide ini lahir di Mollo Utara, Timor Tengah Selatan, NTT. Lahir dari rahim Mollo, rahim orang-orang gunung yang seumur hidupnya konon punya tugas mulia menjaga hutan, gunung dan mataair. Menjaga batunama (fatukanaf) dan airnama (oekanaf) mereka.
Mengapa lakoat.kujawas? Lakoat (loquat) dan kujawas (guava) adalah representasi dari kekayaan alam Mollo. Keduanya tumbuhan yang dekat dengan memori masa kecil orang Mollo, tumbuhan yang umumnya ada di setiap kebun orang Mollo. Diam-diam tumbuh, dekat di mata, lekat di ingatan.
Terinspirasi dari semangat gotong royong, kolaborasi dan konektivitas yang telah terbingkai indah dalam dalam bentuk motif belah ketupat dalam kain tenun orang Mollo dari generasi ke generasi, kami menawarkan platform ini, sebuah ruang diskusi dan kerja kolaborasi khususnya di bidang literasi, kesenian, kebudayaan dan sosial enterprise. Kita semua melihat banyak potensi alam dan budaya, kita juga melihat berbagai kekurangan dan ketertinggalan, maka di ruang bernama lakoat.kujawas ini, segala bentuk ide dan solusi semoga bisa direalisasikan secara bersama-sama khususnya di bidang-bidang tadi . Katong bisa karena ada samsama to?
Dalam jangka pendek ini lakoat.kujawas membuka ruang diskusi bagi siapa saja baik yang berdominsili di Mollo atau TTS maupun di luar kedua wilayah ini, yang cinta dan peduli pada Mollo khususnya dan TTS pada umumnya. Kami akan membuka sebuah ruang perpustakaan sederhana di Jalan Kampung Baru, desa Taeftob, Mollo Utara yang bisa diakses oleh siapa saja dan membuka kesempatan kolaborasi kewirausahaan sosial antara kaum muda Mollo, misalnya dengan menjual produk olahan pertanian/perkebunan, kain tenun dan sebagainya yang mempunya nilai ekonomi lebih. Kami juga sedang memimpikan sebuah ide tentang pengelolaan pariwisata Mollo berbasis desa wisata yang bisa melibatkan penduduk Mollo secara aktif sebagai host. Di era internet ini, semua mimpi bisa kita wujudkan bersama-sama, bukan?
Tentu ada banyak mimpi ke depan yang bisa kita wujudkan bersama di Mollo seperti kelas-kelas inspirasi, berbagai workshop UKM hingga pertanian organik, pertunjukan seni, pemutaran film, dll yang besar harapannya mampu memberikan pengaruh positif bagi generasi muda Mollo dan Timor Tengah Selatan.
Untuk diskusi dan sharing lebih lanjut terbuka di lakoat.kujawas@gmail.com, Whatsapp 081338037075, fanpage Facebook: lakoat.kujawas, Twitter: @lakoatkujawas, dan Instagram: @lakoat.kujawas. Donasi buku bacaan untuk perpustakaan lakoat.kujawas silakan kontak nomor whatsapp di atas.



Salam dari desa Taeftob, lembah Mollo...