We present a concept of social enterprise/social entrepreneurship based in Mollo, Timor and utilize the natural and cultural potential for economic improvement as well as the empowerment of local communities, particularly young people. Our focus includes literacy, art-culture and the creative economy. This project involves the youth community, village library as a center for arts and culture, homestay and creative economy. It is located in Jl. Kampung Baru, No. 2, Village of Taeftob, District of North Mollo, South Central Timor, East Nusa Tenggara, Indonesia 85552. Telp./Whatsapp 081338037075. E-mail: lakoat.kujawas@gmail.com.

Tampilkan postingan dengan label social enterprise. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label social enterprise. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 Mei 2021

Urun Dana Pembangunan Food Lab dan Ruang Arsip Benih Komunitas Lakoat.Kujawas

Lakoat.Kujawas adalah komunitas warga di desa Taiftob, pegunungan Mollo, Timor, yang mengembangkan perpustakaan warga, kelas menulis kreatif dan ruang arsip seni budaya masyarakat adat Mollo sejak tahun 2016. Dari kerja pengarsipan pengetahuan lokal itu kemudian lahir Skol Tamolok, sekolah budaya dan Mnahat Fe’u Heritage Trail, sebuah model ekonomi kreatif yang inklusif dengan fokus pada pangan lokal dan ekologi. Komunitas ini juga aktif mengumpulkan benin-benih lokal, mempromosikan kuliner Mollo, mengarsip resep dan narasi tutur tentang makanan. 


Tahun 2021 ini Lakoat.Kujawas ingin mewujudkan mimpi membangun food lab, sebuah ruang arsip benih lokal sekaligus dapur tradisional tempat meramu dan merawat pengetahuan pangan masyarakat adat Mollo. Ini juga akan jadi cafe kecil untuk mendukung program ekonomi kreatif yang inklusif bersama kelompok orang muda, petani perempuan dan keluarga disabilitas. Ini akan menjadi ruang belajar warga Taiftob dan Mollo dalam menghidupkan pengetahuan preservasi pangan dan kekayaan biodiversitas sekaligus menjawab tantangan dan persoalan krisis pangan dan iklim, malnutrisi dan pendidikan yang tidak kontekstual. 


Untuk mewujudkan semua itu kami ingin melakukan pengumpulan dana publik dengan target Rp. 30,000,000 (TIGA PULUH JUTA RUPIAH). Donasi dibuka mulai tanggal 10 Mei 2021 dan akan berakhir tanggal 10 Juni 2021.  Info rekening BRI 0277 01010910 50 5 an CHRISTIANTO SENDA. Konfirmasi transfer bisa via whatsapp 081338037075 atau email lakoat.kujawas@gmail.com


Donasi di atas 1,000,000 akan mendapatkan buku kumpulan cerpen Dongeng dari Nunuh Haumeni dan buku Surat-Surat dari Mollo, sekumpulan cerpen dan resep kuliner Mollo. Keduanya adalah karya warga desa Taiftob yang begrint di Lakoat.Kujawas. 

Sabtu, 06 Juni 2020

Pasar Mnahat Fe'u 2020

Selamat datang musim panen. Mnahat Fe’u hadir dengan format pasar online. Karena pandemi, Mnahat Fe’u Heritage Trail kita tunda dulu. Mnahat Fe’u adalah makanan baru. Sebuah bentuk ungkapan syukur dan perayaan atas musim panen yang sementara dijalani masyarakat pegunungan Mollo di Timor. Semua makanan yang kami jual di pasar online ini sebisa mengkin menggunakan bahan lokal dari kebun komunitas maupun dari petani di desa Taiftob. Dengan semangat keberlanjutan, kami juga meminimalisir penggunaan plastik untuk membungkus makanan. Kami juga mengurangi penggunaan minyak sawit dan menggantinya dengan minyak kelapa, menggunakan tepung mocaf dan mengurangi terigu. Atau gula merah untuk mengganti gula pasir. Sebisa mungkin kami berdayakan potensi pangan/pertanian lokal yang ada. Sekaligus membantu petani lokal yang ada.


Pasar Mnahat Fe’u ini digerakkan oleh bapa mama orang muda di Lakoat.Kujawas, direncanakan seminggu sekali di akhir pekan. Sebagai usaha sosial/social enterprise keuntungan dari penjualan produk kami dipakai untuk mendukung pemberdayaan warga desa Taiftob khususnya program kesenian dan kebudayaan untuk anak-anak yang bergiat di Lakoat.Kujawas (perpustakaan, kelas menulis, kelas tenun, kelas fotografi, musik dan teater). Sebagian menjadi tabungan koperasi anggota untuk keperluan pendidikan dan kesehatan keluarga.

Menu pekan ini (6 Juni 2020):
  1. Nasi berbumbu jahe, sereh dan santan yang dibakar. Kami menggunakan beras tumbuk padi ladang.
  2.  Lalapan. Kami menggunakan sayuran segar organik/tanpa pupuk kimia yang dibeli dari petani sayur di desa Taiftob.
  3. Kering Tempe kami menggunakan tempe kacang merah produksi komunitas Lakoat.Kujawas.
  4. Daun singkong tumis diambil dari kebun kolektif komunitas.
  5.  Roti sourdough roll dengan saus lemon (lemon curd) dan saus kayu manis gula merah (cinnamon). Roti sourdough menggunakan ragi alami buatan sendiri bukan fermipan/pakmaya. Menggunakan sedikit terigu, lebih banyak tepung mocaf (fermentasi singkong) dan puree labu pempung dan puree ubi ungu.
  6. Kerupuk labu pempung produksi komunitas.
  7. Sambal matah menggunakan serai, cabai, bawang merah dan minyak kelapa produksi Mama Mety.


Menu berikutnya kami akan bikin kombucha (teh fermentasi) paket bose pulut dengan se’i sapi, ketupat beras tumbuk dengan karmanaci sapi, lauktobe, semor kot’pesi, acar labu, paria hutan bumbu, urap daun ubi, dll.
Kami juga menjual produk beriktu: liquor lakoat (fermentasi buah lakoat dengan sopi Noemuti), wine buah lokal, manisan buah kering, aneka bubuk herbal instan (jahe, temulawak, kunyit), kerupuk labu pempung, kopi Mollo, sambal luat lakoat dan rebung.

Info lebih lanjut silakan kontak WA 081338037075. 


PS. Menuju 4 tahun komunitas Lakoat.Kujawas, 10 Juni 2020
#menujuempat

Senin, 07 Januari 2019

MNAHAT FE'U: PRODUK-PRODUK LAKOAT.KUJAWAS



Terima kasih sudah membeli produk-produk pertanian dan olahan hasil pertanian dari kewirausahaan sosial kami, Lakoat.Kujawas di desa Taiftob.
Mnhat Fe'u artinya makanan baru dalam bahasa Meto/Dawan Timor. Sebuah gerakan komunitas warga aktif di pegunungan Mollo merespon kekayaan hasil pertanian, budaya terkait pertanian, tradisi kuliner dan kerja-kerja pengarsipan dan pendokumentasian sejarah, budaya dan kesenian Mollo, salah satunya yang terkait dengan pertanian, pangan dan kuliner.

Adapun beberapa produk barang dan jasa dari komunitas kami antara lain:
1. Jagung bose, merupakan makanan tradisional orang Timor, dari jagung kering yang ditumbuk untuk mengeluarkan kulit arinya dan memecahnya menjadi bagian-bagian kecil, biasanya dicampur dengan aneka kacang lokal dan dimasak dengan sayuran atau santan (sesuai selera). Ukuran @250gram
2. Kopi Mollo, jenis Arabika dan Kartika, ukuran @250gram
3. Manisan buah-buah kering khas Mollo (jeruk, kujawas, lakoat, garambola, cermelek, belimbing wuluh, mangga, nanas, dll), ukuran @150gram
4. Daun bawang (green onion) dari petani di Fatumnasi. Ukuran @100 gram
5. Jahe instan dengan pilihan gula merah/brown sugar dan gula putih. Ukuran @250gram
6. Temulawak instan dengan gula merah. Ukuran @250gram
7. Kacang nasi yang bisa ditanak dengan beras. Ukuran @250gram
8. Jahe iris kering. Ukuran @100 gram
9. Tepung marungga/kelor  @250gram
10. Bubuk kunyit tanpa gula @250 gram
11. Rebung kering ukuran @100 gram
12. Totebag logo lakoat, totebag kombinasi tenun. Semuanya menggunakan bahan pewarna alam.
13. Syal tenun ukuran 120x20 cm, motif pelangi dan motif buah lakoat
14. Sambal lu'at (varian original-ekstra daun parley timor dan kulit jeruk, varian rebung, varian lakoat, varian paria - belimbing wuluh). Ukuran @300 gram
15. Selai buah (nanas, lakoat, jeruk). Ukuran 300 gram
16. Produk jasa ekowisata Mnahat Fe'u Heritage Trail. Kami adakan sebulan sekali dari Januari hingga Agustus (musim panen di Mollo). Mempertemukan teman-teman traveler, pembelajar, umum, food enthusiast, dll dengan komunitas, seni budaya, kuliner dan ekologi. Harga paket 250K untuk kegiatan sehari (jam 9-15), susur kampung dan situs budaya, panen, workshop pangan lokal, tenun, olahan/fermentasi buah, makan siang dan snack pagi serta sore menu pangan lokal.

Dengan membeli produk barang dan jasa teman-teman sudah ikut mendukung kerja-kerja ekonomi kreatif, revitalisasi kampung, arsip seni budaya dan sejarah Mollo. Keuntungan dari penjualan barang dan jasa ini sebagian besar diinvestasikan untuk mendukung program pengembangan diri kelompok petani perempuan, forum keluarga dengan anak disabilitas, kelas menulis kreatif remaja, kelas tenun remaja, berbagai kelas kreatif di komunitas Lakoat.Kujawas dan program koperasi kesehatan dan pendidikan dari setiap anggota.

Dengan visi memperkuat identitas lokal Mollo, rasa percaya diri sebagai orang Mollo dan iklusif sebagain besar penggerak di komunitas kami adalah perempuan, anak dan orang muda serta kelompok disabilitas.

Simak juga beberapa program kreatif yang bisa kalian support: Perpustakaan Warga (klik bit.ly/bukulakoat), Residensi Kesenian Apinat-Aklahat (bit.ly/kelakoat), Program Pendidikan Kritis dan Kontekstual bagi warga aktif di desa kami, Skol Tamolok (info lengkap klik bit.ly/skoltamolok). Teman-teman bisa ikut berdonasi untuk mendukung program-program pengembangan diri di komunitas.



CARA MENGOLAH PRODUK KOMUNITAS

1. Bagaimana cara memasak jagung bose?
Untuk proses memasaknya untuk satu atau dua bungkus jagung (per bungkus 250 gram), silakan dimasak dengan air 3 gayung atau lebih. Berhubung jagung sangat keras. Bisa menggunakan periuk biasa atau panci presto akan lebih cepat masak (hanya butuh kurang dari satu jam). Jika memakai panci biasa maka lama memasak akan lebih dari sejam.

Jagung produksi kami sudah siap masak. Cuci bersih, tambahkan air dan rebus hingga jagungnya lunak dan kuahnya mengental. Jika jagung masih keras dan airnya sudah hampir habis, tambahkan air segayung lagi. Jika sudah lunak dan kuah mulai mengental, tinggal tambahkan sayuran atau santan kelapa atau susu sesuai selera. Di Lakoat.Kujawas kami biasanya memasak tanpa garam, tanpa santan atau susu. Sesekali jika ingin menikmati kuahnya, kami tambahkan kuah tulang babi yang sudah dimasak terpisah. Resepnya sederhana saja, tulang babi dimasak dengan sereh/lemongrass, bawang putih dan lada. Setelah matang, kuahnya bisa dicampur ke bose yang sudah mengental.

Tanpa sayuran sebenarnya sudah cukup enak sebab sudah ada 5 jenis kacang lokal dalam produk kami. Bisa juga menambahkan sayur bayam, wortel atau buncis sesuai selera. Di Mollo kami mencampurkannya dengan potongan labu siam, labu kuning (pumpkin),. termasuk pucuk labu kuning dan labu siap. Orang Mollo yang suka pahit sebagai penyeimbang ketika mereka makan dengan daging asap (sei) maka di bose biasanya dicampur juga dengan potongan buah pepaya muda, bunga pepaya atau daun pepaya muda.

Sebagai pelengkap, enak dimakan dengan sambal luat yang variannya bisa disimak di sini. 

Selamat mencoba.

Oya kalau dimasak dengan santan dan susu, tambah gula merah maka bisa jadi menu dessert yang enaaak.

2. Bagaimana cara mengonsumsi sambal lu'at?
Sambal ini akan bertahan lama jika disimpan dengan baik. Bisa di kulkas, bisa di suhu ruangan. Yang penting selalu menggunakan sendok bersih ketika mengambilnya. Jangan lupa juga untuk tidak membiarkan tutupnya terbuka lama. Kemasukan udara akan mempercepat proses oksidasi (kondisi permukaan sambal memutih seperti basi). Selalu kocok sebelum membuka tutup dan mengambil isinya.

3. Bagaimana cara mengonsumsi daun bawang kering?
Daun bawang ini bisa dicampur ke sup, bakso, atau makan berkuah, bakwan atau mendoan dan gorengan. Mie goreng, mie kuah, indomie, dll.

4. Bagaimana memasak kacang nasi? tanak bersama dengan beras di ricecooker sebagaimana memasak nasi pada umumnya.

5. Bagimana dengan manisan buah? bisa dimakan langsung sebagai camilan, bisa iris atau cincang untuk taburan es krim, taburan cake/panekuk/bolu/roti bersama madu atau sirup.

6. Jahe dan temulawak instan? Seduh dengan air panas. Boleh tambahkan jeruk nipis, madu dan teh.


Berbagai Jenis Sambal Lu'at Mollo

sambal luat original Lakoat.Kujawas
Sambal lu'at adalah salah satu sambal khas yang umum dijumpai di wilayah Timor dari Kupang hingga Atambua. Di wilayah Mollo sendiri, dalam sebuah riset kecil yang dilakukan oleh Dicky Senda, ditemukan lebih dari 12 jenis/varian sambal lu'at. Mengapa begitu kaya? Wilayah Mollo yang berada di ketinggian, di lereng gunung Mutis dengan kondisi alam yang subur dan tumbuh berbagai jenis tanaman rupanya ikut mempengaruhi daya cipta-daya kreasi orang Mollo menciptakan berbagai jenis sambal lu'at enak, lebih beragam dan kaya rasa dari sambal lu'at yang ada di restoran dan toko oleh-oleh di Kupang, misalnya, yang hanya mengandung cabai, bawang putih, garam, daun kemangi dan kulit/air jeruk nipis. Di Mollo ada sambal lu'at dari rebung bambu, usus dan hati babi/sapi, kulit jeruk lemon (ada banyak jenis lemon/jeruk di Mollo). Bawang putih dari lereng Mutis yang spesial itu juga membuat citarasa tersendiri bagi sambal asal Mollo. Orang-orang di pegunungan mencampur sarang lebah atau ulat/larva lebah menjadi sambal lezat (namun hati-hati bagi yang alergen protein, bisa gatal-gatal badannya).


sambal luat tomat cherry
Yang spesial, karena ada di dataran tinggi, banyak sekali tumbuh herbs atau daun-daun wangi sejenis kemangi, mint, ketumbar, parsley timor (sipa), ut manu, dan masih banyak jenisnya. Kemangi saja bisa ditemukan 3 jenis berbeda. Di desa Kualeu, orang-orang membuat sambal lu'at dan menaruhnya di tabung bambu dan menggantungnya di dalam rumah bulat (ume kbubu) dekat tungku perapian. Isinya cuma belimbing wuluh dan irisan pare/paria hutan, namun rasanya spesial mungkin karena disimpan dalam bambu dan melewati proses pengasapan di atas tungku hingga

tabung bambunya kecoklatan. Pedas asam dan sedikit pahit sangat nikmat disantap dengan jagung bose. Ada jenis apa lagi? Mampirlah ke komunitas Lakoat.Kujawas, Dicky Senda biasanya akan mengajak tamu pergi ke pasar atau ke kebun, atau ke hutan untuk memanen berbagai jenis bahan lokal yang biasanya dipakai untuk bikin sambal lu'at. Yang jauh dari Mollo, tenang saja, sejak dua tahun terakhir salah satu varian yakni sambal lu'at original dengan estra kulit jeruk, bawang putih Mutis dan daun sipa (parsley timor) sudah kami jual di Intagram @lkjws.co dan di Toko Sayur Sehat yang digagas komunitas Kupang Batanam di kantor Pikul Kupang. Sambal lu'at original itu bisa diaplikasikan ke berbagai menu.


Berikut resep rekomendasi dari Dicky untuk teman-teman yang sudah beli sambal luat produksi Lakoat.Kujawas dan bingung sambal ini bisa dikreasikan dengan bahan apa saja ya supaya tidak bosan? Semua variasi sambal lu'at bisa dinikmati dengan nasi putih, singkong rebus, pisang mentah yang dikupas kulitnya diiris tipis dan digoreng, ubi bakar, mie goreng, daging se'i/daging asap baik babi maupun sapi. Atau menu barbecue lainnya.

1. Sambal Luat Kembang Turi/Bunga Gala-Gala

Bersihkan kembang turi, rebus cepat saja di air mendidih selama 2 menit. Tiriskan. Iris kecil atau cabik-cabik kembang turi yang sudah dingin, campur dengan sambal lu'at Lakoat.Kujawas. Tambahkan sedikit air dan potongan jeruk purut, irisan bawang merah dan garam secukupnya.

2. Sambal lu'at terong bakar
Bakar terong di atas bara api 2-5 menit sampai matang merata. Kupas kulit tipisnya yang mungkin hangus atau menghitam. Iris tipis atau dipotong sesuai selera. Campur dengan sambal luat Lakoat.Kujawas. Tambah daun bawang merah, bawang merah, sedikit garam.

3. Sambal luat tomat cherry.
Iris tomat cerry, campur dengan sambal luat LakoatKujawas. Cocok dinikmati dengan singkong rebus. Sambal ini cocok dimakan dengan pizza. Di dapur Lakoat.Kujawas Dicky membuat pizza dari tepung sorgum dengan saus tomat yang dicampur banyak kemangi hutan, topingnya daging babi atau sapi yang telah diasap dengan daun kesambi/kosambi.

4. Sambal lu'at hati dan usus sapi/babi.
Bersihkan hati dan usus babi atau sapi. Iris tipis, beri air jeruk, sisihkan. Tambahkan sedikit garam, irisan bawang merah, sambal luat Lakoat.Kujawas. Jadi deh.

5. Sambal lu'at kuping tikus dan jamur maon ana.
Kuping tikus sudah umum. Di desa kami saat musim hujan dengan mudah akan ditemui di hutan dan kebun. jamur maon ana adalah jamur yang tumbuh bergerombol, kecil-kecil seperti anak ayam (maon ana) biasanya tumbuh di sela pohon kemiri, mangga, dadap. Kuping tikus dan maon ana mentah dirisi tipis langsung dicampur dengan air jeruk dan sambal luat Lakoat.Kujawas, surgaaaaa.


Ada banyak lagi variasi sambal luat. Bisa dicampur dengan pare yang sudah direbus dan diiris tipis. Cocok dimakan dengan daging berlemak seperti babi bakar atau sate babi. Ketika musim buah seperti mangga, nanas atau lakoat, sambal luat Lakoat.Kujawas juga bisa dicampur dengan irisan mangga, nanas dan lakoat/biwa/loquat. Rasanya pedas dan kecut segar. Selamat mencoba.

Untuk memesan sambal luat produksi kewirausahaan sosial Lakoat.Kujawas silakan  kontak ke whatsapp 091338 037 075

Intip Agenda Kreatif di Komunitas Lakoat.Kujawas di Awal Tahun 2019

Sebagai komunitas dengan model warga aktif dan kewirausahaan sosial, salah satu yang kami kerjakan adalah menghidupkan kembali kebiasaan menenun yang hampir ditinggalkan karena kelesuan pasar. Kami coba yakinkan kembali para mama dengan memperkenalkan platoform penjualan online (via Instagram @lkjws.co). Pelan-pelan rasa percaya itu muncul. Initiatif untuk membuat lokakarya pewarnaan benang kemudian dilakukan secara swadaya melibatan mama-mama yang lain termasuk para orang muda desa. Dua tahun bertumbuh bersama, insiatif lain kemudian muncul yakni menyelenggarakan kelas memenun bagi beberapa remaja desa, berkolaborasi dengan salah satu sekolah yang ada di desa kami, SMPK Santo Yoseph Freinademetz Kapan (dengan memanfaatkan jam ekstrakurikuler sekolah di hari Sabtu). Sebagai komunitas dengan model social enterprise, kami mulai belajar bukan saja menggali kembali potensi pertanian dan seni budaya seperti tenun untuk dipasarkan. Keuntungan dari semua itu kami sisihkan 10-15 % untuk menghidupi komunitas dengan berbagai kegiatan kreatif dan pemberdayaan warga. Salah satunya kelas menenun bagi remaja desa.
Mama Mety dan Mama Nati
Senang sekali mama Mety menjadi inisiator kemudian mengajak mama Nati yang jago membuat tenun ikat juga mama Aser yang biasanya menenun dengan teknik lotis/sotis. Kolaborasi ketiganya sebagai pengajar kami harapkan bisa meneruskan berbagai pengetahuan kepada generasi muda desa Taiftob untuk belajar tenun, pewarnaan benang hingga ikat benang. 

Doakan semoga program ini berjalan lancar. Tahun 2019 ini ada beberapa program kreatif yang akan kami selenggarakan di komunitas kami. Kelas menulis kreatif masih dengan agenda workshop menulis puisi tentang batu dan menulis dongeng berkolaborasi dengan para orang tua. Ada juga workshop ilustrasi untuk melengkapi naskah buku puisi dengan cerita karya anak-anak. Ada beberapa relawan ilustrator yang akan datang mengajar secara sukarela mulai akhir pekan ini. 

Untuk donasi silakan kontak lakoatkujawas@gmail.com atau whatapp 081338037075. 

Mama Nati

Foto oleh Deztro/Armin Septiexan/SkolMus untuk Praktik Cerdas -Yayasan BaKTI

Sabtu, 05 Januari 2019

Lentera Indonesia - Generasi Mandiri Tanah Timor

Lakoat Kujawas adalah sebuah komunitas yang berjalan dalam tiga bidang yaitu kewirausahaan, literasi, dan kesenian. Pada awal merintis Lakoat Kujawas, Dicky memilih untuk membangun sebuah perpustakaan warga di desa Taiftob. "Karena orang yang banyak membaca pasti juga punya potensi untuk menulis. Saya juga coba ajak mereka untuk misalnya menulis tidak usah jauh-jauh menulis dulu dari sekitar," tambah Dicky. Dicky beranggapan jika menulis bisa menjadi salah satu sarana atau media bagi anak-anak untuk mengenal identitas dan budaya mereka sebagai orang timur. Tak hanya menulis, Dicky juga kerap mengajarkan anak-anak tentang kesenian. Salah satunya dengan membuat lokakarya teater. Disetiap kegiatannya dalam memajukan daerah, Dicky selalu melibatkan para generasi muda. Karena menurutnya, para generasi muda akan lebih mudah untuk membuat sebuah gerakan baru dan menularkannya kepada masyarakat lain. “Saya selalu di sini melibatkan orang muda. Karena ini kesempatan saya untuk menumbuhkan rasa solidaritas, rasa bahwa ini harus di lakukan swadaya oleh kita. Dan saya pikir dengan begitu gerakan baru akan muncul,” ungkapnya.

Lakoat.Kujawas: Dari Pendidikan Karakter ke Kewirausahaan Sosial

Artikel ini pernah dimuat di website BaKTI tanggal 27 November 2018

Kawasan Timur Indonesia, telah lama  hidup menyandang stigma miskin dan bodoh.
Lalu bagaimana bisa sebuah komunitas, jauh di tengah pulau Timor, berdiri dengan semangat yang tak pernah padam
 Untuk mencapai sekretariat Lakoat.Kujawas kita harus melalui jalan sempit dengan tikungan tajam. Pemandangan September yang memasuki musim kering menjadi sangat membosankan. Daun sedang gugur. Pohon sedang sekarat.
Tapi, pemandangan berbeda akan nampak jika Anda menyusurinya pada Januari hingga Juli, kawasan itu akan nampak hijau dan asri. Sungai Netmetan, yang lebar akan membawa arus kuat. Tidak seperti saat musim kering, bagian tengah badan sungai menumpuk batuan membentuk pulau.
Ratusan tahun silam, Mollo adalah negeri subur. Masyarakatnya hidup dengan rukun. Kawasan ini pula lah yang mendapat julukan The Heart of Timor – jantungnya pulau Timor. Puncak tertingginya adalah Gunung Mutis.
Mutis dengan ketinggian 2.427 meter di atas permukaan laut, ibarat ibu dari bukit-bukit di sekitarnya. Mengalirkan 12 sumber mata air, menuju kota Kupang hingga ke negara Timor Leste.
Di kawasan inilah, di Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Lakoat.Kujawas berdiri bersama keceriaan dan kegembiraan anak-anak. Di antara tapak kaki warga yang kuat. Di dalam hangat rumah Ume Kbubu (rumah bulat). Dan tentu saja keriuhan canda.
Lakoat.Kujawas adalah sebuah komunitas yang berdiri 10 Juni 2016. Lima orang penginisiasinya tergerak untuk menemukan kembali cerita petualangan masa kecilnya. Pulang sekolah lalu, masuk ke hutan berburu buah Lakoat dan Kujawas. “Mungkin bagi banyak orang tua, buah itu tidak begitu penting, karena bukan jenis buah yang bernilai untuk bisa dijual. Tapi bagi anak-anak, dua buah ini menjadi salah satu memori paling penting dalam perjalanan,” kata Dicky Senda, salah seorang pendirinya.
Lakoat dalam bahasa indonesia adalah buah Biwa. Kujawas adalah jambu biji.
Dicky seorang sastrawan. Ia menulis buku tentang Timor, merekam resep kuliner, dan mengangkat hubungan sosial. Dia mencintai kampungnya, yang setiap orang tak bisa mengukurnya. “Saya sudah selesai dengan urusan diluar sana. Saya ingin menetap di Taiftob. Di desa ini,” katanya.
Gudang di rumah keluarga Dicky kemudian disulap menjadi sebuah perpustakaan. Rak buku ditempatkan di dalamnya menjadi rumah bagi beragam bacaan. Komik, novel, cerpen, hingga pelajaran umum. Setiap anak dapat membawa buku ke rumahnya. “Harus baca e. Ada buku yang hilang? Kaka Dicky tidak marah. Tapi harus melapor. Jadi besok, buku yang sudah di pinjam diletakkan di keranjang itu, lalu catat sendiri,”
“Ini sudah jam 5 (17.00), sudah. Ayo siap-siap pulang. Pulang langsung ke rumah e. Hati-hati,”
Anak-anak itu membubarkan diri. Beberapa dari mereka berasal dari desa tetangga. Jarak tempuh berjalan kaki bisa mencapai 30 menit hingga 1 jam. Di Lakoat-Kujawas akhirnya, tim BaKTI menyaksikan sendiri bagaimana anak-anak di pelosok Indonesia, punya minat baca yang tinggi. Mereka hanya tak punya akses, tak ada fasilitas.
“Sejak ada Lakoas.Kujawas, setiap minggu saya pinjam buku. Kalau saya suka cerita bukunya, saya habiskan bacaan sekitar 200 halaman dalam tiga hari,” kata Yoneta Silfana Pantola, siswa Kelas 8 SMPK St. Yoseph Freinademetz.
Membangkitkan Rasa Percaya Diri
 Di Taiftob, ada dua Sekolah Dasar (SD), tiga Sekolah Tingkat Pertama (SMP), dan satu Sekolah Menengah (SMA).  Desa ini dihuni oleh sekitar 170 KK dan sekitar 1.000 jiwa.
Randiano Tamelan  adalah salah seorang relawan Lakoat.Kujawas. Seperti pemuda Timor lainnya, ia penuh kehangatan dan canda. Di Lakoat.Kujawas, ia mengajar anak-anak bahasa Inggris. Bagi Randi, sapaan akrabnya, anak-anak adalah bagian penting dari perkembangan wilayah.  “Pada awal kami membuat kelas, ada banyak anak-anak yang sangat pemalu. Atau bahkan ketakutan dan tak ingin bicara,” katanya.
“Saat disentuh atau dielus kepalanya, mereka bisa menangis. Saat dipanggil, mereka malah lari. Saya sedih dengan itu,” lanjutnya.
Menularkan Semangat Belajar
Tahun 1998, ketika kirisis moneter melanda Indonesia, menumbangkan Orde Baru, dampaknya hingga ke Tiaftob, banyak anak muda meninggalkan kampung. Seperti yang banyak terjadi di desa-desa di NTT,  kebanyakan anak muda memilih pergi ke Kalimantan dan Malaysia menjadi buruh demi mendapatkan fresh money.
Padahal, leluhur orang Timor, sejatinya bukan bangsa perantau. Leluhur Timor bertahan hidup mengelola alam dengan mengandalkan keuletan. Mereka tidak mengeluhkan kondisi kering gersang yang kerap dialami di musim kemaru. Bagi orang Timor, tanah yang mereka pijak adalah tanah yang memberi kedamaian.
Namun sore itu, ada keramaian di pekarangan rumah Om Willy – Richardus Willy Brodus Oematan. Di samping rumah, ada yang menumbuk, ada yang mencacah, dan mencampur. Orang-orang itu sedang praktek pembuatan pupuk organik. Mereka adalah para orangtua dari anak-anak yang menggabungkan diri ke dalam Komunitas Lakoat.Kujawas.
“Waktu dengar pertama kali Lakoat.Kujawas ini, saya acuh saja. Tapi saya ada dua anak yang selalu berkunjung ke sana. Kalau pulang selalu bawa buku. Saya tanya-tanya, lalu dia cerita dan anak saya gembira sekali,” kata Willy.
Akhirnya, berlalu waktu, dia melihat perubahan pada anaknya. Semakin rajin belajar dan suka membaca. Anak-anak desa juga sudah mulai berani tampil di sebuah pementasan desa. “Saya bangga sekali sekaligus haru,” katanya. Perubahaan-perubahan itu mendorong Willy untuk bergerak melihat Lakoat.Kujawas dan membangun diskusi, membangun mimpi bersama.
Merambah Kewirausahan Sosial
 Di tempat ini, di Timor secara umum, orang-orang menemukan resep dan adaptasi pangan dalam cuaca yang sangat eskstrim adalah bagian dari upaya bertahan hidup. “Ini adalah tradisi yang agung dan kami sedang beradu untuk menyelamatkan dan mengenalkannya kembali agar menjadi semangat,” kata Dicky.
Orang Timor sebagian besar hidup sebagai petani musiman, padi pada musim hujan dan jagung saat musim kering. “Pengetahuan-pengetahuan membaca alam. Merencanakan pertanian, acapkali dianggap hal yang tradisional, padahal ini lah yang menyelamatkan Timor sejak awal,” katanya.
Karena tuntutan ekonomi dan saringan informasi yang kurang baik, kebanyakan warga Taiftob merasa imperior terhadap warga kota. “Saya mendapati beberapa hal yang sangat menyedihkan. Jika ada tamu dari kota, warga menghidangkan mie instan, karena itu dianggap makanan dari kota. Ubi, singkong, jagung, sudah tidak. Ada ungkapan bilang begini, ‘malu hati kita kalau kasi tamu makanan orang kampung,” kata Dicky.
“padahal makanan, adalah identitas. Makanan adalah proses penemuan manusia.” , lanjut Dicky.
Di Lakoat.Kujawas anak-anak dan orang dewasa kembali mendalami akar budaya yang sempat menghilang dari kehidupan bermasyarakat di Taiftob.  Selain mempelajari kembali Natoni tradisi berbalas pantun saat menyambut atau melepas tamu, mereka kembali menekuni tenun dan anyaman bambu yang telah lama ditinggalkan karena dahulu dianggap sebagai aktivitas ekonomi yang terlalu lambat menghasilkan uang.
Bersama, mereka membuat Sambal Lu’at – sambal khas Timor. Sambal Lu’at produksi Lakoat.Kujawas adalah ketakjuban. Rasanya gurih, kecut, dan pedas. Sambal ini dapat bertahan lama, berminggu-minggu. Lembaga ini membuat sambal setiap 2 minggu sekali. Mereka mangambil pasokan cabe dari desa sekitar. Namun tetap mengutamakan hasil pertanian cabe dari desa Taiftob.
Rata-rata produksi Sambal Lu’at mencapai 15-20 kg per dua pekan. Lakoat.Kujawas menjualnya secara online lewat akun media sosial milik komunitas. Sambal Lu’at dikirim ke berbagai penjuru tanah air, dengan permintaan pasar paling tinggi dari Jakarta. Harganya bervariasi antara 15-25 ribu per botol.
Selain Sambal Lu’at mereka juga memproduksi dan menjual Jagung Bose dan kain tenun. Keuntungan bersih hasil penjualan akan dimasukkan ke lembaga sebesar 10 persen, untuk kepentingan bersama. Inilah yang mereka sebut sebagai skema kewirausahaan sosial.
Skema ini, menjadi tempat membangun hubungan sosial agar semua pelaku ekonomi saling terhubung. Prinsipnya, semua pilar kehidupan akan berjalan seiring dan saling mendukung. Semua potensi ekonomi saling terkait.
Taiftob kini menjadi desa yang aktif. Kekuatan bersama sedang bertumbuh. Ibarat petani yang giat bekerja di kebun, sore hari kembali ke rumah yang hangat, memetik viol dan bernyanyi.

Husa sele le,le le hao
Neno hena maeb, neno hena maeb
Ae bijo le natu sa’ne bae
Helem aela lo lo sai sa’
Sa’ ne bae
Saat senja hari,
selepas bekerja merasa lelah,
sambil menatap senja,
bangkitkan semangat
menyambut hari berikut.

Ana-Ana Desa Taiftob Ju Bisa

Artikel ini pernah dimuat di website Skolmus 23 Agustus 2017
Bangga rasanya melihat 15 remaja dari Desa Taiftob, Mollo, TImor Tengah Selatan berhasil memamerkan karya fotografi mereka.
Akhirnya, setelah mengikuti workshop fotografi bersama SekolahMUSA dan Gadgetgrapher NTT, 15 anak remaja dari Komunitas Lakoat Kujawas, desa Taiftob, Mollo, Timor Tengah Selatan memamerkan karya mereka di Pameran Foto dan Arsip perpustakaan bergerak Komunitas Lakoat Kujawas, di Kantor Camat Mollo, 12 – 19 Agustus 2017. Dalam catatan, pameran ini dikunjungi 800 kali, untuk pameran selama 6 hari.
Pameran foto bertemakan “Pulang” ini juga bagian dari Festival warga desa Taiftob, Festival ‘Pau Kolo” yang diselenggarakan oleh Komunitas Lakoat Kujawas. Refleksi “Pulang” adalah melihat kembali sejarah Mollo, melihat kembali kampung halaman dengan segala potensinya.
Sebelumnya, anak-anak remaja ini belajar bersama SekolahMUSA tentang fotogarfi selama 4 kali workshop dan bersama warga desa mereka merekam aktivitas harian mereka ke dalam medium foto lalu memamerkannya. Peserta dipinjamkan kamera poket selama 2 minggu dan mereka bebas bercerita terkait diri mereka, keseharian dan lingkungan mereka melalui medium foto.
Selain workshop dan pameran foto jugda ada workshop tari, teater, kelas bahasa Inggris, workshop sains (membuat robot sederhana) hingga presentasi teater oleh anak-anak Komunitas Lakoat Kujawas. Festival ini juga adalah ajang kolaborasi antara komunitas di Kupang dan Kapan, TTS.
Komunitas Lakoat.Kujawas adalah komunitas yang menyediakan wadah bagi anak dan orang muda, relawan dari berbagai disiplin ilmu, kelompok perempuan dan para petani, yang mengintegrasikan kewirausahaan sosial dengan komunitas kesenian, perpustakaan warga, ruang kerja kolaborasi, ruang arsip dan homestay di desa Taiftob, Mollo, Timor Tengah Selatan.  Informasi lain terkait Lakoat.Kujawas bisa diikuti di Instagram @lakoat.kujawas dan toko online kami di @lkjws.co
Foto-foto hasil karya 15 Anak ini dapat dilihat dibawah ini:
Karya Nesta Banfatin

Karya Rani Laka

Karya Resi Nati

Karya Santi Banoet

Karya Petra Sisilia Tafui

Karya Dino Sesfaot

Karya Elen Talan

Karya Endiko Tapatab

karya Findy Lengga
Karya Alma Gabe

Karya Angky Sanam

Karya Asry Banoet

Karya Calista Oematan


Membuai Ratu Lebah Demi Lestarinya Madu Mollo

pernah dipublikasi di laman tutur tanah air edisi 4 Juli 2017
Tautan antara hasil alam dan tradisi yang melebur, membuat sebotol madu dari Mollo menjadi istimewa. Bukan soal harga dan bagaimana rasanya, tetapi kisah memanen dan prosesnya yang membuat madu ini berharga.
Mollo, sebuah daerah berlokasi di Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Selain tenun, biasanya traveler juga mencari madu di sini.
Dicky Senda namanya, ia seorang penggiat Komunitas Lakoat Kujawas. Komunitas ini digandrungi muda-mudi yang bersemangat membuka layar wisata di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Mereka selalu memperkenalkan madu dari desa adat yang ada di kabupaten tersebut. Dicky menekankan, bukan madu yang dijual, tetapi kisah bagaimana pengambilan madu.
Tidak sembarang orang bisa mengambil madu. Meo Oni, seorang yang terpilih secara khusus untuk mengambil madu. Salah satu ritual yang Meo Oni lakukan ialah membuai Ratu Lebah dengan syair dan pujian. Ucapan ini ibarat doa yang memiliki kekuatan kuat. Seperti istri lain, kata Dicky Senda, proses panen madu ini dilakukan agar Meo Oni tidak diserang lebah.
“Orang membeli madu dari Mollo, karena cerita di balik proses pengambilan madu, yang di satu sisi madu ini masih sangat terjaga karena ini diambil dari hutan tanah-tanah Ulayat atau hutan adat,” tutur Dicky Senda.
Ternyata, Meo Oni yang terpilih perlu menjalani beberapa pantangan dan ketentuan adat istiadat wilayah setempat. Beberapa hari sebelum panen, ia tidak boleh memiliki pikiran negatif, salah satu caranya dengan bersemedi. Bila ada ritual yang terlewatkan, Meo Oni bisa jatuh, bisa meninggal, atau dia sakit.
Dicky Senda dan kawan-kawan selalu menerakan potongan cerita ini dan alamat pada kemasan madu yang dijual, sehingga konsumen tak hanya bisa membeli madu Mollo, tetapi juga bisa menelusuri kisah di balik madu yang direguknya.

Penulis: Manda Mandes | Eddy Prayitno

Lakoat.Kujawas Gagas Program Residensi Kesenian Apinat-Aklahat

Artikel ini pernah dimuat di Victory News edisi 21 November 2017

Lakoat.Kujawas, sebuah komunitas orang muda di Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur yang mengintegrasikan kewirausahaan sosial dengan perpustakaan warga, ruang kerja kolaborasi, komunitas kesenian, ruang arsip dan homestay ini kembali membuat gebrakan.
Untuk kesekian kalinya, Lakoat Kujawas menyelenggarakan kegiatan kesenian, kewirausahaan dan literasi di tingkat desa secara swadaya dan melibatkan inisiatif warga desa yakni Program Residensi Kesenian Apinat-Aklahat.
Lakoat.Kujawas didukung SMPK St. Yoseph Freinademetz Kapan dan Koalisi Seni Indonesia (KSI), sebuah lembaga yang kerap mendukung kegiatan kesenian berbagai komunitas di Indonesia sukses melaksanakan kegiatan tersebut secara bertahap. Seperti apa Program Residensi Kesenian Apinat-Aklahat ini dan bagaimana menggiatkan semua pihak menyukseskan kegiatan ini, kita simak penjelasan Lakoat.Kujawas ini lewat siaran pers yang diterima VN, Minggu (19/11).

Mengapa memilih model program residensi?
Model residensi ini menarik sebab selama dua pekan atau lebih, seorang seniman diajak untuk tinggal bersama warga, membuat sebuah program kesenian bersama, menciptakan sebuah kesempatan untuk belajar bersama dan saling transfer pengetahuan antara seniman dari luar dan warga lokal. Khusus untuk tahun ini kami fokus pada seni teater, dengan mengundang seniman teater asal Makassar, Shinta Febriany yang sudah tinggal di desa Taiftob sejak tanggal 10 Novomber lalu dan akan berakhir tanggal 23 November 2017.
Selama hampir dua pekan ini, Shinta yang adalah seorang sutradara di kelompok teater bernama Kala di kota Makassar, tidak saja belajar tentang kesenian dan kebudayaan Mollo, namun diajak untuk membuat sebuah lokakarya seni teater bersama anak dan remaja desa Taiftob yang bergiat di Komunitas Lakoat.Kujawas. Lakoat.Kujawas bahkan mengajak serta seorang seniman lokal asal Mollo, bapak Oktovianus Sunbanu yang adalah seorang penutur seni bonet dan natoni untuk berkolaborasi di proyek residensi kesenian Apinat-Aklahat.

Mengapa Membuat Residensi Kesenian Apinat-Aklahat?
Sejak setahun bergiat bersama warga desa Taiftob, kami telah memberikan kesempatan kepada ratusan anak desa Taiftob untuk mengakses bahan bacaan yang beragam, juga kesempatan untuk belajar bahasa Inggris, fotografi, tari dan teater bersama dengan puluhan orang muda dari SoE, Kupang bahkan dari luar NTT yang mau bekerja sukarela sebagai fasilitator. Orang muda dan orang tua di Mollo diajak untuk giat bertani dan menenun sebagai sebuah prospek ekonomi yang baik.
Kami menggunakan internet untuk memperkenalkan potensi lokal: wisata alam, madu hutan, kopi Mollo, tas tenun (alkosu) dan sambal lu’at. Dan pelan-pelan mulai mengajak komunitas dan pemangku desa untuk mengembangkan community based tourism. Secara mandiri berkreasi membuat festival kecil-kecilan di tingkat kampung yakni Festival Elaf Dame (Desember 2016), Festival panen Mnahat Feu (Maret 2017) dan Festival Pau Kolo (Agustus 2017). Warga juga mulai dilibatkan untuk mengarsipkan motif tenun, cerita rakyat, foto sejarah dan berbagai dokumen lainnya. Bahkan dari hasil arsip yang dikumpulkan itu, pernah sekali kami pamerkan untuk publik di tingkat kecamatan Mollo Utara. Dengan model integrasi seperti ini, kami rasa akan bisa punya dampak besar dan semua yang terlibat mendapat manfaat, khsusunya generasi muda Mollo. Mollo akan bisa dilihat sebagai tanah harapan, bukan tanah ketidakpastian.

Teater asal Makassar, Shinta Febriany sedang membimbing peserta Program Residensi Kesenian Apinat-Aklahat tentang teater. Foto: Dicky Senda
Seniman teater asal Makassar, Shinta Febriany sedang membimbing peserta Program Residensi Kesenian Apinat-Aklahat tentang teater. Foto: Dicky Senda

Mimpi kami adalah desa Taiftob bisa hidup dan menjadi contoh bagaimana sebuah desa bisa menjadikan kesenian, kewirausahaan dan literasi sebagai tiga titik yang mempertemukan warga yang aktif, berdaya dan mandiri.
Kesenian, literasi dan kewirausahaan kami percaya bisa menjadi solusi baru untuk memperkuat kembali kekuatan kita yang sebenarnya sudah ada dan tertanam lama, sembari terus kritis dan berinovasi menjawab tantangan masa kini. Kami melihat bahwa ada masalah dengan rasa percaya diri dan identitas generasi muda Mollo. Ada informasi seni budaya yang terputus, ada jarak antara generasi muda dengan generasi tua. Modernitas yang bergerak cepat hingga ke pelosok dan sistem pendidikan yang kurang memberi ruang bagi kearifan lokal untuk dekat dengan generasi muda, adalah dua problem yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya.
Menjadi tantangan bagi orang Mollo sekarang, setelah generasi para budayawan, seniman dan penutur yang sekarang sudah sepuh, apakah orang Mollo masih akan sekuat dan sekritis dulu? Siapa yang kelak akan berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanahnya? Sementara angka putus sekolah terus naik, migrasi orang muda besar-besaran masih terjadi ke Kalimantan dan Malaysia, dan ketrampilan serta pengetahuan yang rendah memicu human trafficking di Timor Tengah Selatan.

Mengapa program residensi keseniannya dinamakan Apinat-Aklahat?
Apinat-Aklahat adalah salah satu karakter yang diberikan suku Dawan kepada penguasa alam semesta (Uis Neno). Apinat-Aklahat artinya yang bercahaya dan yang membara. Proyek ini diharapkan bisa menjadi seberkas cahaya baru bagi Mollo, bisa menjadi pembawa semangat dan motivasi bagi generasi muda desa Taiftob. Seni teater, kami rasa bisa menjadi salah satu kunci penting bagaimana rasa percaya diri dan identitas lokal itu diperkokoh, bagaimana jarak dan informasi yang terputus itu bisa dilekatkan kembali. Proyek seni ini dibuat atas inisiatif warga dan mengandalkan sumber daya yang ada, dengan semangat kerja kolaborasi dan solidaritas warga.

Anak-anak Desa Taiftob peserta lokakarya teater bersama Kak Shinta Febriany, sutradara teater Kala Makassar. Foto: Dicky Senda
Anak-anak Desa Taiftob peserta lokakarya teater bersama Kak Shinta Febriany, sutradara teater Kala Makassar. Foto: Dicky Senda


Kapan program residensi kesenian ini dilakukan?
Program residensi kesenian Apinat-Aklahat dilakukan di desa Taiftob mulai tanggal 10 November 2017 dan akan berakhir tanggal 23 November 2017.

Mengapa memilih bulan November?
Pertama, bulan November dipilih sebab ini masa awal musim tanam di Mollo, momen yang baik juga untuk mengenal lebih dekat tradisi pertanian warga. Kedua, bulan Desember tahun ini bagi sebagian besar warga desa Taiftob diperingati sebagai 50 tahun masuknya gereja Katolik di Mollo. Lakoat.Kujawas sebagai ruang arsip warga, ikut membantu mengarsipkan foto dan berbagai dokumen sejarah terkait serta menyiapkan buku kenangan 50 tahun gereja Katolik di Mollo. Hasil lokakarya teater anak-anak desa Taiftob juga akan dipresentasikan dalam agenda menjelang pesta emas gereja santa Maria Immaculata di Kapan.
Selain Agenda Lokakarya teater, agenda apa saja yang ada di program residensi kali ini?
Untuk pertama kalinya komunitas Lakoat.Kujawas mengajak serta seniman lokal, bapak Okto Sunbanu, seorang penutur kesenian tradisional natoni dan bonet. Beliau selama sepekan memberikan lokakarya bonet dan natoni kepada anak-anak desa Taiftob yang bergiat di Lakoat.Kujawas.

Lokakarya bonet dan natoni, dua seni tradisi bertutur orang Mollo bersama anak-anak Desa Taiftob yang bergiat di Komunitas @lakoat.kujawas dan seniman Mollo, Bapak Okto Sunbanu.
Lokakarya bonet dan natoni, dua seni tradisi bertutur orang Mollo bersama anak-anak Desa Taiftob yang bergiat di Komunitas @lakoat.kujawas dan seniman Mollo, Bapak Okto Sunbanu.

Agenda lainya adalah mengajak seniman bertemu dengan kelompok penenun yang selama ini berkolaborasi dengan Lakoat.Kujawas, berkunjung ke kampung adat di Fatumnasi dan mengadakat diskusi bersama orang-orang muda Kapan dan SoE dengan tema Pulang Kampung. Hadir dalam diskusi ini tiga orang narasumber, Sarlota Sipa seorang sejarawan perempuan asal Mollo yang akan berbagi hasil risetnya terkait tarian dan seni bertutur, Bonet. Shinta Febriany akan berbagi cerita tentang seni pertunjukan di kota Makassar dan pater Ferry Seran SVD, seorang anak desa Taiftob yang kini bertugas sebagai misionaris di Ekuador, akan berbagi pengalamannya di tanah misi Amerika Latin. Acara diskusi Pulang Kampung akan berlangsung di perpustakaan Lakoat.Kujawas, Minggu, 19 November 2017 jam 16.00 WITA.
Apa saja hasil yang diharapkan dari program residensi kesenian Apinat-Aklahat ini? Dan apa tanggapan pihak-pihak yang mendukung program residensi ini?
Ketua program kesenian di Komunitas Lakoat.Kujawas Randi Tamelan berharap proyek Apinat-Aklahat akan menghasilkan kesempatan diskusi, belajar, melakukan pemetaan, penelitian, lokakarya kesenian, merekam atau mendokumentasikan serta mengarsipkan berbagai tradisi bertutur, dongeng, dan kesenian lokal bersama warga, teman-teman seniman dan relawan. Ini akan menjadi awal yang baik untuk mewujudkan mimpi Lakoat.Kujawas dan desa Taiftob sebagai pusat kesenian warga, terintegrasi dengan kewirausahaan sosial. Seni yang menumbuhkan sekaligus memberdayakan warga.

Para remaja desa Taiftob yang bersekolah di SD Yaswari III dan SMPK St. Yoseph Freinademetz ini sedang membaca dua puisi Rendra yang diadaptasi menjadi sebuah pentas teater yang disutradarai Shinta Febriany Sjahrir. Dari puisi kemudian tercipta gerak, ekspresi, imajinasi baru dan bunyi. Dan mereka terlibat aktif dalam menciptakan semua itu. Menarik sekali mengikuti lokakarya bersama 4 hari terakhir.
Para remaja desa Taiftob yang bersekolah di SD Yaswari III dan SMPK St. Yoseph Freinademetz ini sedang membaca dua puisi Rendra yang diadaptasi menjadi sebuah pentas teater yang disutradarai Shinta Febriany Sjahrir. Dari puisi kemudian tercipta gerak, ekspresi, imajinasi baru dan bunyi. Dan mereka terlibat aktif dalam menciptakan semua itu. Menarik sekali mengikuti lokakarya bersama 4 hari terakhir.

Keuntungan lain dari program ini, menurut Randi Tamelan adalah masyarakat semakin terpapar dengan kegiatan seni yang menonjolkan kearifan budaya setempat. Melalui pendampingan yang berkesinambungan, diharapkan dapat membentuk desa Taiftob sebagai desa seni yang dapat menarik perhatian publik untuk berkunjung.
Secara khusus di akhir program residensi kesenian ini, anak-anak desa Taiftob akan mempresentasikannya di hadapan teman-teman, orang tua dan warga desa Taiftob secara umum di aula paroki Santa Maria Immaculata Kapan tanggal 22 November 2017 sore.
Sementara seniman yang mengikuti program residensi kali ini, Shinta Febriany, mengungkapkan rasa gembiranya bisa datang ke Mollo.
“Menyenangkan sekali saya bisa mendapatkan satu pengalaman baru, ketemu suasana baru dan saya belajar banyak dari pengalaman ini. Menurut seniman yang baru saja menyelesaikan sekolah pascasarjananya di Prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa diUniversitas Gadjah Mada, residensi itu sebaiknya berjalan dua arah, seniman yang datang residensi bisa memberikan pengetahuan baru bagi warga, dan warga juga bisa memberikan pengetahuan baru bagi seniman. Residensi menjadi menarik dan penting karena ada proses belajar bersama.
Lebih lanjut, Shinta berharap komunitas Lakoat.Kujawas semakin bertumbuh dan tetap mengambil peran seperti yang sudah dilakukan selama ini.
“Saya pikir tidak banyak pilihan bagi orang-orang untuk membangun komunitas di tempat yang jauh, dengan akses yang serba sulit. Ini sama sekali bukan pilihan yang mudah. Tapi teman-teman muda di Lakoat.Kujawas mau mengambil peran itu. Semoga tetap eksis dan terus mengambil peran dalam pemberdayaan masyarakat Mollo,” ungkap perempuan yang pernah menerima penghargaan Celebes Award di bidang teater dari pemerintah Sulawesi Selatan tahun 2007.

Ketua Komunitas Lakoat.Kujawas Dicky Senda (kiri) bersama salah satu pengunjung komunitas Devi. Foto: Dickly Senda
Ketua Komunitas Lakoat.Kujawas Dicky Senda (kiri) bersama salah satu pengunjung komunitas Devi. Foto: Dickly Senda

Elen Talan, salah satu peserta yang mengikuti lokakarya teater di program residensi ini mengungkapkan kegembiraan dan sukacitanya mengikuti kegiatan ini.
“Saya sudah mendengar tentang program ini sejak lama dan saya terus menunggu dengan tidak sabar. Saya bahkan tidak bisa tidur di malam sebelum lokakarya berlangsung karena terlalu bersemangat. Ini akan jadi kesempatan besar bagi kami anak Desa Taiftob untuk mengembangkan minat dan bakat di bidang kesenian.
Sementara Dicky Senda, selaku Ketua Komunitas Lakoat.Kujawas mengungkapkan pentingnya program residensi ini bagi Desa Taiftob.
“Apinat-Aklahat berhasil memperkuat jaringan komunitas kami dengan pemerintah desa, tokoh agama, warga dan sekolah-sekolah yang ada di desa Taiftob,” ungkap Dicky.
Menurut Dicky menceritakan, hal-hal positif pun terjadi melalui proyek ini. Misalnya adanya keterbukaan pemerintah desa untuk mengajak Lakoat.Kujawas terlibat dalam perumusan anggaran desa, warga secara swadaya mengirim ubi, pisang dan sayuran untuk konsumsi para relawan dan fasilitator. Atau kisah lain kerjasama Lakoat.Kujawas dengan SMPK St. Yoseph Freinademetz yang mengagas program kelas menulis kreatif To The Lighthouse.
Romo Jimmy Kewohon, Pr, selaku kepala sekolah juga yang secara penuh mendukung program lokakarya teater anak dan remaja desa Taiftob, lanjut Dicky. (bev/ol)