We present a concept of social enterprise/social entrepreneurship based in Mollo, Timor and utilize the natural and cultural potential for economic improvement as well as the empowerment of local communities, particularly young people. Our focus includes literacy, art-culture and the creative economy. This project involves the youth community, village library as a center for arts and culture, homestay and creative economy. It is located in Jl. Kampung Baru, No. 2, Village of Taeftob, District of North Mollo, South Central Timor, East Nusa Tenggara, Indonesia 85552. Telp./Whatsapp 081338037075. E-mail: lakoat.kujawas@gmail.com.

Senin, 04 Oktober 2021

Tiang Bife Ainaf

 


Tiang di kanan belakang ini disebut tiang bife ainaf, tiang mama. Ini adalah area privat mama, termasuk tangga dekat tangga ini yang akan terhubung ke loteng. Tiang ini mewakili elemen air (oe)

 

Benih Lokal

 Salah satu yang hilang dari peradaban orang Mollo hari ini adalah kekayaan benih pangan lokal. Rumah tradisional sebagai tempat menyimpan dan mengawetkan benih yang ditinggalkan karena diberi standar miskin turut ambil bagian dalam menghilangnya banyak benih lokal. Sudah begitu kehadiran benih GMO sekali tanam sekali konsumsi semakin mendesak semua itu. Lakoat.Kujawas dengan semangat revitalisasi kampung mulai menginisiasi program kolektif dengan membangun ruang arsip benih yang diharapkan akan jadi contoh dan semangat bagi warga untuk kembali menanam buka’ (sorgum), sone (jali), sain (jewawut), laok fui (uwi), belasan jenis kacang lokal yang berhasil dikumpulkan dan ditanam kembali.


Tuke’

Tuke’, tempat menyimpan sambal lu’at. Lu’at adalah sambal fermentasi yang enak disantap setelah berusia di atas satu bulan. Lu’at akan dibawa laki-laki Mollo untuk bekerja di kebun atau berburu ke hutan dan jadi pelengkap untuk ubi dan daging bakar. Di permukaan tuke’ motif dan narasi tentang simbol marga (malak) dan sapaan (otes) dihidupkan. Ada simbol bintang (kfun), buaya (besimnasi), jejak kaki anjing (aos nobi) dan tob (masyarakat). 


Se’i

Dulu ketika tanah dan hutan ulayat masih luas dan dikelola masyarakat adat, orang-orang Mollo melepas sapi dan kuda di padang dan hutan. Ketika masa panen mereka akan memilih satu sapi terbaik sebagai korban dan syukur untuk para leluhur, Uis Neno (penguasa langit) dan Uis Pah (penguasa bumi). Orang Mollo akan membunuh sapi terbaik di hutan atau padang, memercikkan darah ke tanah dan batu untuk para leluhur dan tuhan lalu dagingnya akan diasap biar awet dan bisa disimpan lama. Mengapa dilakukan tidak di kampung? Mereka menganggap, di hutan atau padang akses ke kayu bakar seperti kosambi (Schleichera oleosa) dan kabesak (Acacia leucophloea) mudah. Kedua kayu itu juga turut memberi citarasa yang khas pada hasil daging asap. Ketika pulang ke kampung, orang-orang Mollo akan menyimpan daging asap itu di loteng uem bubu sehingga akan terus terkena asap dan awet, jadi stok protein untuk beberapa bulan bahkan beberapa tahun mendatang. Orang Mollo tidak membuat se’i babi. Se’i hanya terbuat dari daging sapi dan kerbau karena kering dan bisa bertahan lama. Pengawetan daging babi adalah babi makao, dipengaruhi orang Cina Mollo. Daging dimasak dan direndam bersama dengan minyaknya di dalam periuk tanah.

 

Oko’ Mama

Bisa dibilang oko’ mama adalah media komunikasi sosial bagi orang Mollo. Secara harfiah, oko’ artinya hadiah dan mama artinya sirih pinang. Di oko’ mama ada pinang, kapur, buah sirih atau daun sirih. Ketika digunakan untuk menyelesaikan masalah, meminta maaf atau membayar denda, maka di dalam oko’ mama akan diselipkan juga sebuah koin perak atau kini diganti dengan selembar uang.  

Ada anggapan yang berkembang, jika mengundang seseorang dengan oko’ mama, nilainya jauh lebih tinggi daripada dengan surat undangan. Namun kini fungsinya banyak disalahgunakan ketika sudah menambahkan uang atau mengganti sirih pinang dengan uang, salah satunya adalah dipakai oleh para calo ketika hendak merekrut anak di bawah umur di kampung-kampung untuk pergi menjadi TKW/TKI yang kemudian ikut menaikkan angka human trafficking secara signifikan. Calo atau agen biasanya mengisi oko’ mama dengan sejumlah uang ketika hendak mengajak seseorang untuk pergi bekerja. Hal ini tentu menggiurkan sekaligus menjebak sebab penipuan dan pemerasan sudah dimulai sejak saat itu.  

 

Jagung Kering (pena’)

Di uem bubu, semua bahan pangan diperlakukan dengan sangat terhormat. Disimpan dengan penuh perhitungan, tidak bisa sembarang orang menurunkan jagung dan kacang dari lumbung. Di uem bubu ada bife ainaf, ibu yang mengepalai dapur dan lumbung pangan. Ia yang paling bisa memprediksi ketahanan dan kedaulatan pangan di rumah itu satu dua musim ke depannya. Ketika ibu pergi dalam seminggu, jagung akan diturunkan untuk stok makan seminggu. Ketika ibu lupa meninggalkan jagung maka orang rumah tidak boleh mengambil apa pun dari lumbung yang posisinya ada di loteng uem bubu. Solusinya? Pinjam dulu untuk sementara di uem bubu tetangga. Perhitungan yang ketat, arif dan hormat itulah yang membuat orang Mollo yang masih memperhatankan tradisi ini bisa tetap mandiri, bertahan dan berdaulat dengan makanannya ketimbang orang Mollo yang hari ini tidak punya uem bubu.

Contoh perhitungan jagung kering di Mollo: 1 suku = 36 puler jagung, 1 aisat = 6 puler jagung, maka 1 suku = 6 aisat.

 

Jagung Bose dan Sagu

Sebagai makanan pokok jagung diawetkan dengan cara diikat dan digantung juga disimpan di loteng persis di atas tungku. Asap sepanjang hari membantu mengawetkan daging, gaplek, jagung, padi ladang dan kacang-kacangan sepanjang tahun. Jagung akan diambil dan ditumbuk dengan sedikit percikan air menjadi bose.

Bose hasil tumbuk akan dipisah antara yang halus (leot) dan besar (temef). Leo ana yang halus direndam lalu ditumbuk menjadi tepung yang disebut sagu campur dengan kelapa parut lalu disangrai. Sagu jadi bekal orang Mollo ketika melakukan perjalanan jauh.

Bose terbaik ditumbuk dan dimasak saat itu juga.


Taka’

Tempat sambal. Jika laki-laki punya tuke’ (tabung bambu untuk menyimpan lu’at), maka perempuan punya wadah sendiri namanya taka’, sebuah anyaman dari daun lontar berbentuk bulat dan diisi wadah dari tempurung kelapa untuk menyimpan lu’at. Perempuan punya tak unus, laki-laki punya tak unus. Unus di sini adalah cabai, bahan baku sambal lu’at.

Bicara tentang lu'at atau sambal yang telah melewati proses fermentasi, bahan dasarnya adalah cabai rawit, garam, air jeruk nipis atau jeruk asam, bawang putih. Keempat bahan diulek hingga halus lalu dimasukin ke stoples atau botol kaca. Sebagai bahan tambahan bisa mencampurkannya dengan daun kemangi, daun mint, sipa (sejenis peterseli), daun bawang, kulit jeruk nipis. Di Mollo varian sambal lu'at juga menandai musim dan keragaman tanaman, hal yang berbeda dengan wilayah Timor yang lain. Di Mollo ada sambal lu'at rebung ketika musim bambu muda, sambal lu'at kulit jeruk ketika musim jeruk. A


Faot Beku (Batu Pelat, Batu Ceper)

Batu pelat (faot beku) biasanya ditaruh di tengah kandang persis di atas jejak kaki binatang yang ada di dalam kandang itu. Dengan rapalan tutur adat maka binatang di dalam kandang tidak akan kabur. Kalau pergi pun dia akan pulang kembali ke kandang yang ada faot beku. Konsep faot beku pun berlaku ketika ada pencuri masuk ke uem bubu atau di kadang hewan, orang Mollo akan menaruh faot beku persis di atas jejak kaki pencuri itu. Dijamin setelah ritual si pencuri akan kembali mencari jejak kakinya.

Batu untuk ritual biasanya ditaruh di dalam uem bubu di tiang ibu (bife ainaf), tiang kanan belakang atau di tiang tengah jika di rumah adat atau ditaruh di depan rumah bersama dengan hau monef, kayu ritual yang punya dua cabang.

Terkait faot beku, ada juga cara lain untuk menjinakkan hewan selain dengan menindih jejak kakinya dengan faot beku, yakni dengan cara mengajak binatang itu mengelilingi faot beku sambil merapalkan tutur adat. Nanti ketika musim panen, binatang peliharaan di kandang yang akan menikmati hasil panen duluan sebelum manusia. Sebuah penghormatan manusia kepada hewan peliharaan.  

 

Epilog

Pameran arsip ini hadir dari kelas-kelas yang dilakukan Lakoat.Kujawas sepanjang pandemi 2020-2021 di program sekolah adat Skol Tamolok. Ada kelas membaca tenun, kelas membaca rumah, kelas membaca langit dan kehidupan dari lahir hingga kematian. Skol Tamolok adalah sistem pendidikan adat yang mencoba membangun kembali ruang-ruang seni budaya sebagai sarana edukasi pengetahuan adat lintas generasi di Mollo. Skol Tamolok hadir.

Pintu yang rendah mengajak manusia untuk selalu merendahkan hati kepada alam semesta di dalam dan di luar, membawa diri dan pikiran sejajar dan setara dengan hutan, mata air, batu, tanah, hewan dan benda-benda langit. Sebab alam telah merawat dan membesarkan dan rumah bertugas melindungi dan menjaga  (Pah Afatis, Sonaf Aneot).


Jangan lupa follow akun Instagram kami @lakoat.kujawas untuk simak dan dukung kerja-kerja pengarsipan pengetahuan lokal di pegunungan Mollo, Timor Tengah Selatan. 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar