Tahun 2025 kami membuka kesempatan kunjungan belajar dan kolaborasi khusus kepada teman-teman seniman muda: videografer/filmaker, muralis dan seniman teater.
Apinat-Aklahat adalah model residensi seni yang kami kembangkan di komunitas lakoat.kujawas sejak tahun 2017. Beberapa seniman yang pernah residensi di tempat kami antara lain, Shinta Febriany (Sutradara teater, Makassar), Royyan Julian (Penulis, Madura), Pengendum dkk (Orang Rimba, Riau), Gelar Prakosa (Ilustrator, Kediri).
Tahun 2025 kami masih akan terus fokus ke isu pangan lokal, masyarakat adat dan ruang hidup (hutan, mata air dan batu). Pangan menjadi isu penting dan krusial hari ini dan nanti dengan ada banyak tantangan, antara lain perubahan iklim, alihfungsi dan terbatasnya akses ke hutan dan tanah adat sebagai sumber pangan, serbuah benih hibrida/GMO, penggunaan pupuk kimia dan herbisida yang merusak lingkungan, dll. Padahal masyarakat adat Mollo di Timor sejatinya punya relasi intens dengan alam sebagai sumber pangan. Misalnya bagaimana identitas adat seperti marga/fam sangat terkait dengan ekosistem (hutan--hau kanaf, mata air--oenakaf, dan batu--fautkanaf, atau penamaan-penyebutan marga-marga yang terkait dengan tanaman pangan yang sekaligus sebagai pemali).
Sayangnya pengetahuan lokal itu semakin dilupakan. Kritik kepada sistem kapitalisme, pendidikan dan agama juga negara/sistem pemerintahan yang turut andil mengubah (atau bahkan merusak) ekosistem ini. Kapitalisme yang hadir lewat gempuran benih hibrida/GMO sekali pakai beserta pupuk dan herbisidanya, memutus relasi orang Mollo dengan benih lokal sekaligus membuat orang menjadi tergantung dengan benih hibrida. Sistem pendidikan kita tidak banyak memberi ruang bagi kearifan, pengetahuan dan teknologi lokal hadir di ruang-ruang kelas. Hal-hal yang kontekstual dan relevan dengan tantangan dan kebutuhan manusia di sekitar. Agama yang masih melihat kearifan lokal, tradisi dan budaya sebagai hal yang berjarak. Dalam konteks pangan di Mollo, beberapa temuan misalnya lahirnya istilah "doa putus, doa pelepasan," sebagai interventi Gereja untuk memutus relasi manusia Mollo dengan identitas budaya dan relasi dengan alam (kembali ke konsep fautkanaf, oekanaf, haukanaf juga nuni atau pemali terhadap makanan/bahan pangan dari tiap-tiap marga). Atau kebijakan pemerintah yang menjadikan beras/nasi sebagai kelas utama dan standar sejahtera sejak Orde Baru telah memutus memori kolektif, pengetahuan lokal, benih lokal, tradisi pangan lokal sebagai hal yang identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan.
Sejak berdiri tahun 2016 lakoat.Kujawas konsisten membangun ruang-ruang kreatif bagi warga Mollo untuk berpikir dan bertindak kritis terhadap pengetahuan lokal, sistem pangan lokal, kekayaan biodiversitas, dan terutama terkait hak atas ruang hidup (tanah, air, hutan dan batu) milik masyarakat adat yang rentan dirampas oleh negara dan investor untuk kepentingan investasi yang hanya menguntungkan segelintir orang kaya (pejabat dan pengusaha) dan sangat merugikan masyarakat adat sebagai sosok yang sudah jauh lebih lama eksis sebelum negara ada.
Tahun 2022 kami membangun sebuah ruang kecil bernama Ume Fatumfaun, semacam dapur, lab pangan sekaligus ruang arsip benih dengan arsitektur lokal (uem bubu, rumah bulat khas Mollo) sebagai tempat warga khususnya anak, orang muda dan bapa mama merespons kekayaan bahan pangan lokal, melakukan eksperimen merespons musim panen, memasak dan makan bersama, mengaktifkan unit usaha sosial tur gastronomi dan kelas fermentasi/preservasi pangan lokal. Residensi tahun 2025 ini adalah merespons Ume Fatumfaun sebagai ruang reproduksi pengetahuan merespons kekayaan biodiversitas Mollo, isu pangan, masyarakat adat dan hak atas ruang hidup lewat seni.
Residensi ini salah satu tujuannya untuk secara kolektif membantu mengarsipkan, mendokumentasikan, mereproduksi pengetahuan lokal, masyarakat adat sebagai subyek, suara anak-anak, orang muda dan perempuan. Residensi ini adalah metode dan ruang untuk terus membangun kesadaran kolektif, rasa solidaritas, berpikir kritis dan kontekstual terutama oleh generasi muda adat.
Jika kalian adalah seniman film (sutradara atau sinematografer), videografer, muralis dan seniman pertunjukan (drama atau teater, aktor atau sutradara teater) yang tertarik di isu pangan, gerakan pangan, komunitas, masyarakat adat, anak dan orang muda, kami undang Anda untuk datang dan tinggal bersama kami merespons Ume Fatumfaun, dan segala narasi terkait pangan, masyarakat adat, dan ruang hidup.
Residensi ini kami selenggarakan secara swadaya baik dukungan warga desa maupun crowd funding dari media sosial. Terbuka juga kolaborasi untuk pengajuan dana ke lembaga funding.
Waktu residensi 1 minggu hingga 1 bulan. Waktu Januari - Juli 2025. Dengan proyeksi, Agustus 2025 akan dipamerkan hasil kerja kolaborasi ini dalam Tapun Ma Tatef, pameran arsip warga yang secara rutin kami lakukan setiap tahun sejak tahun 2017, sebagai bentuk pertanggungjawaban bahwa pengetahuan lokal dari warga dikembalikan ke warga untuk diakses secara gratis sebagai pengetahuan kolektif.
Pengetahuan lokal yang bisa direproduksi bersama antara lain film pendek (fiksi maupun dokumenter), pertunjukan teater, naskah teater, podcast, atau mural.
Terbuka diskusi ide dan hal-hal teknis terkait produksi.
Kabarin kami siapa kamu, apa yang kamu kerjakan, kenapa tertarik terlibat dalam residensi ini, dan apa yang kamu bayangkan bisa dilakukan bersama kami di Mollo terkait skill dan pengalaman kamu, ke email lakoat.kujawas@gmail.com.
Deadline 20 Januari 2025.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar