A. Latar
Belakang
Generasi
muda desa Taiftob adalah masa kini dan masa depan Mollo. Di tangan merekalah
kita semua berharap banyak bahwa Mollo bisa menjadi lebih baik. Namun pada
kenyataanya masih ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian banyak pihak,
perlu didorong untuk lebih baik lagi. Angka putus sekolah masih tinggi di usia
SMP-SMA, pun angka human trafficking.
Pertanyaan menggelitik selalu muncul kemudian, mengapa di tengah kekayaan alam
dan budaya, angka putus sekolah dan human
trafficking masih tinggi?
Jika
melihat Mollo secara lebih luas maka sebenarnya kita menemukan ada begitu potensi
yang harusnya bisa mendorong warganya untuk hidup lebih baik. Mollo adalah
salah satu wilayah bagi sub-suku Dawan di kabupaten Timor Tengah Selatan, yang
terletak di dataran tinggi (1000-2447 mdpl) dengan puncak tertinggi Gunung
Mutis. Wilayah sub-suku Atoin Meto lainnya adalah Amanatun dan Amanuban, yang
terletak di pesisir selatan pulau Timor. Di sekitar gunung Mutislah sejarah
mencatat sebagian peradaban orang Timor suku Dawan bertumbuh dan berkembang.
Mollo kemudian tidak hanya dikenal sebagai daerah pertanian yang subur, ia juga
menjadi pusat salah satu kerajaan besar di Timor, kerajaan Oenam, menjadi
tujuan pedagang Cina dan Eropa membeli cendana dan membentuk koloninya. Hingga dekade
2000, orang Mollo pernah mencatat sejarah mereka sendiri: melawan pertambangan
marmer dan mangan (publik kemudian mengenal Aleta Baun sebagai salah satu
perempuan pejuang lingkungan asal Mollo). Bicara perspektif ekologis, Mollo
sendiri dipandang sebagai ‘perempuan dari gunung’, ibu yang merawat sumber mata
air. Sebab dari beberapa gunung di Mollo, belasan mata air bisa menghidupi 5
kabupaten yang ada di pulau Timor. Secara tradisi, budaya dan politik, orang
Mollo sudah sejak lama mendapat tugas untuk menjaga dan melestarikan alam. Dan
pesan-pesan ekologis itu terus dipelihara dalam tradisi seni bertutur orang
Mollo (bonet, natoni dll). Namun isu lingkungan bukan tanpa tantangan, sebab
dari generasi muda Mollo sendiri banyak hal mulai ditinggalkan, banyak
informasi perlahan terputus.
Hal
ini yang sebenarnya mendasari semangat sekolompok orang muda yang pada akhirnya
membangun ruang bernama Lakoat.Kujawas setahun lalu. Lakoat.Kujawas atau
selanjutnya disingkat LKJWS, mencoba menjadi solusi, bukan beban baru, bukan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah selesai ditanyakan. Kami sadar bahwa
pendidikan bagi generasi muda Mollo perlu didorong lebih gencar lagi. Kesenian,
literasi dan kewirausahaan sosial hanyalah tiga bidang yang kami rasa mampu
kami jangkau, kami lakukan sesuai kompetensi kami, dengan mengintegrasikan
perpustakaan warga dengan ruang produksi oleh-oleh khas Mollo, ruang kerja
kolaborasi, homestay, toko online dan komunitas kesenian.
Kesenian,
literasi dan kewirausahaan kami percaya bisa menjadi solusi baru untuk
memperkuat kembali kekuatan kami yang sebenarnya sudah ada dan tertanam lama,
sembari terus kritis dan berinovasi menjawab tantangan masa kini. Kami melihat
bahwa ada masalah dengan rasa percaya diri dan identitas generasi muda Mollo.
Ada informasi yang terputus, ada jarak antara generasi muda dengan generasi
tua. Modernitas yang bergerak cepat hingga ke pelosok Timor dan sistem
pendidikan yang kurang memberi ruang bagi kearifan lokal untuk dekat dengan
generasi muda, adalah dua problem yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya.
Menjadi tantangan bagi orang Mollo sekarang, setelah generasi Aleta Baun lewat,
apakah orang Mollo masih sama kuat dan
sekritis dulu? Siapa yang kelak akan berdiri dengan penuh percaya diri di atas
tanahnya? Sementara angka putus sekolah terus naik, migrasi orang muda
besar-besaran masih terjadi, ketrampilan dan pengetahuan yang rendah memicu human trafficking.
Setahun
bergiat bersama warga desa Taiftob kami telah memberikan kesempatan kepada
ratusan anak desa Taiftob untuk mengakses bahan bacaan yang beragam, juga
kesempatan untuk belajar bahasa Inggris, fotografi, tari dan teater. Orang muda
dan orang tua diajak untuk giat bertani dan menenun sebagai sebuah prospek
ekonomi yang baik. Kami menggunakan internet untuk memperkenalkan potensi
lokal: wisata alam, madu hutan, kopi, tas tenun dan sambal lu’at. Dan
pelan-pelan mulai mengajak komunitas dan pemangku desa untuk mengembangkan community based tourism. Secara mandiri
berkreasi membuat festival kecil-kecilan di tingkat kampung yakni Festival Elaf
Dame (Desember 2016), Festival panen Mnahat Feu (Maret 2017) dan Festival Pau
Kolo (Agustus 2017). Warga juga mulai dilibatkan untuk mengarsipkan motif
tenun, cerita rakyat, foto sejarah dan berbagai dokumen lainnya. Bahkan dari
hasil arsip yang dikumpulkan itu, pernah sekali kami pamerkan untuk publik di
tingkat kecamatan Mollo Utara. Dengan model integrasi seperti ini, kami rasa
akan bisa punya dampak besar dan semua yang terlibat mendapat manfaat. Mollo
akan bisa dilihat sebagai tanah harapan, bukan tanah ketidakpastian.
Apinat-Aklahat
adalah salah satu karakter yang diberikan suku Dawan kepada penguasa alam
semesta, raja langit (Uis Neno). Apinat-Aklahat artinya yang bercahaya dan yang
membara. Proyek residensi seni ini diharapkan bisa menjadi seberkas cahaya baru
bagi Mollo, bisa menjadi pembawa semangat dan motivasi bagi generasi muda desa
Taiftob. Seni teater, kami rasa bisa menjadi salah satu kunci penting bagaimana
rasa percaya diri dan identitas lokal itu diperkokoh, bagaimana jarak dan
informasi yang terputus itu bisa dilekatkan kembali. Proyek seni ini dibuat
atas inisiatif warga dan mengandalkan sumber daya yang ada, dengan semangat
kerja kolaborasi dan solidaritas. Bulan November dipilih sebab ini masa awal
musim tanam di Mollo, momen yang baik juga untuk mengenal lebih dekat tradisi
pertanian warga. Kedua, bulan Desember tahun ini bagi sebagian besar warga desa
Taiftob diperingati sebagai 50 tahun masuknya gereja Katolik di Mollo. LKJWS
sebagai ruang arsip warga, ikut membantu mengarsipkan foto dan berbagai dokumen
sejarah terkait sejarah gereja serta menyiapkan buku kenangan 50 tahun gereja
Katolik di Mollo. Hasil workshop teater anak-anak LKJWS juga bisa
dipresentasikan dalam agenda pesta emas gereja di desa Taiftob.
Diharapkan
Proyek Apinat-Aklahat akan menghasilkan kesempatan diskusi, belajar, melakukan
pemetaan, meneliti, workshop, merekam dan mengarsipkan bersama warga,
teman-teman seniman dan relawan, sekolah, komunitas biara dan pihak pemerintah
desa. Ini akan menjadi awal yang baik untuk mewujudkan mimpi Lakoat.Kujawas dan
desa Taiftob sebagai pusat kesenian warga, terintegrasi dengan kewirausahaan
sosial. Seni yang menumbuhkan sekaligus memberdayakan.
B. Tujuan
1. Lewat
seni teater anak-anak desa Taiftob belajar mengenal dan memperkuat identitas
sosial dan budaya mereka sebagai orang Mollo, orang gunung yang kental dengan
perpspektif ekologis.
2. Lewat
seni teater anak-anak desa Taiftob bisa meningkatkan rasa percaya diri mereka.
Teater adalah sarana untuk mengekspresikan diri mereka.
3. Mewujudkan
desa Taiftob sebagai kampung seni, literasi dan wirausaha.
4. Mewujudkan
komunitas Lakoat.Kujawas sebagai ruang kesenian, literasi dan kewirausahaan
sosial warga desa Taiftob. Lakoat.Kujawas sebagai ruang untuk berlatih dan
mementaskan teater sekaligus mengarsipkan berbagai dokumen baik naskah, foto
maupun video terkait teater di Mollo.
5. Mendukung
terciptanya semangat berkesenian di lingkungan sekolah di desa Taiftob
C. Peserta
1. Peserta
aktif anak dan remaja desa Taiftob: 80 orang (kurang lebih)
2. Perwakilan
anak dan remaja desa Taiftob di SMP St. Joseph dan SD Yaswari
3. Peserta
orang muda dan relawan: 15 orang (kurang lebih)
4. Peserta
orang tua (tokoh adat, penenun, petani): 10 orang
D. Waktu
dan Tempat
Tanggal
15 -28 November 2017. Komunitas Lakoat.Kujawas Desa Taiftob, Kecamatan Mollo
Utara Timor Tengah Selatan.
E. Fasilitator
Shinta
Febriany, seniman teater asal Makassar
Linda
Tagie, seniman teater asal Kupang
Pak
Sunbanu, seniman lokal (Bonet dan Natoni)
F. Pendukung
Residensi
Koalisi
Seni Indonesia sebagai sebuah wadah bagi seniman Indonesia untuk berkarya,
dengan salah satu program Cultural Hotspot dan Kupang menjadi salah satu
cultural hotspot diantara beberapa kota lain di Indonesia.
G. Rincian
Kegiatan
1. Audiensi
dengan kepala desa Taiftob, pendeta Gereja Ebenhaezer, Romo paroki Maria
Immaculata
2. Mengunjungi
sekolah tempat anak-anak desa Taiftob belajar: TK Santa Theresia, SDK Yaswari,
SMPK St. Yoseph, SMA Kristen.
3. Berkunjung
ke kampung adat, situs penting orang Mollo, tokoh adat
4. Berkunjung
dan belajar tenun bersama kelompok tenun Eko
5. Mengunjungi
kebun warga, mengunjungu pasar tradisional dan memasak pangan lokal Mollo di
dapur Lakoat.Kujawas bersama Dicky Senda
6. Diskusi
sejarah Mollo bersama Sarlota Sipa, sejarawan perempuan Mollo, orang muda dan
teman-teman residen
7. Homevisit
ke rumah warga, mengenal budaya dan kehidupan warga desa Taiftob
8. Workshop
menulis kreatif dengan 15 remaja desa Tafitob di kelas menulis To The
Lighthouse SMPK St. Yoseph Freinademetz (sekalian workshop menulis naskah
teater)
9. Nonton
film di program Sinema Anak Mollo di perpustakaan Lakoat.Kujawas
10. Workshop
teater bersama anggota komunitas lakoat.kujawas dan perwakilan siswa dari SD
Yaswari dan SMP St. Yoseph Freinademetz
11. Pementasan
teater di tingkat desa atau di gereja Santa Maria Immaculata Kapan.
- Donasi
Untuk mendukung
kegiatan swadaya masyarakat ini, teman-teman bisa berdonasi dengan membeli
produk kaos Lakoat.Kujawas kami di Instagram @lkjws.co atau mengirim donasi
langsung ke BRI No 4732-01-013229-53-5
an CHRISTIANTO SENDA. Konfirmasi transfer ke 081338037075 (SMS/Whatsapp).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar