Rabu, 04 Oktober 2017

Apinat-Aklahat Residency Program 2017



A.    Latar Belakang

Generasi muda desa Taiftob adalah masa kini dan masa depan Mollo. Di tangan merekalah kita semua berharap banyak bahwa Mollo bisa menjadi lebih baik. Namun pada kenyataanya masih ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian banyak pihak, perlu didorong untuk lebih baik lagi. Angka putus sekolah masih tinggi di usia SMP-SMA, pun angka human trafficking. Pertanyaan menggelitik selalu muncul kemudian, mengapa di tengah kekayaan alam dan budaya, angka putus sekolah dan human trafficking masih tinggi?
Jika melihat Mollo secara lebih luas maka sebenarnya kita menemukan ada begitu potensi yang harusnya bisa mendorong warganya untuk hidup lebih baik. Mollo adalah salah satu wilayah bagi sub-suku Dawan di kabupaten Timor Tengah Selatan, yang terletak di dataran tinggi (1000-2447 mdpl) dengan puncak tertinggi Gunung Mutis. Wilayah sub-suku Atoin Meto lainnya adalah Amanatun dan Amanuban, yang terletak di pesisir selatan pulau Timor. Di sekitar gunung Mutislah sejarah mencatat sebagian peradaban orang Timor suku Dawan bertumbuh dan berkembang. Mollo kemudian tidak hanya dikenal sebagai daerah pertanian yang subur, ia juga menjadi pusat salah satu kerajaan besar di Timor, kerajaan Oenam, menjadi tujuan pedagang Cina dan Eropa membeli cendana dan membentuk koloninya. Hingga dekade 2000, orang Mollo pernah mencatat sejarah mereka sendiri: melawan pertambangan marmer dan mangan (publik kemudian mengenal Aleta Baun sebagai salah satu perempuan pejuang lingkungan asal Mollo). Bicara perspektif ekologis, Mollo sendiri dipandang sebagai ‘perempuan dari gunung’, ibu yang merawat sumber mata air. Sebab dari beberapa gunung di Mollo, belasan mata air bisa menghidupi 5 kabupaten yang ada di pulau Timor. Secara tradisi, budaya dan politik, orang Mollo sudah sejak lama mendapat tugas untuk menjaga dan melestarikan alam. Dan pesan-pesan ekologis itu terus dipelihara dalam tradisi seni bertutur orang Mollo (bonet, natoni dll). Namun isu lingkungan bukan tanpa tantangan, sebab dari generasi muda Mollo sendiri banyak hal mulai ditinggalkan, banyak informasi perlahan terputus.
Hal ini yang sebenarnya mendasari semangat sekolompok orang muda yang pada akhirnya membangun ruang bernama Lakoat.Kujawas setahun lalu. Lakoat.Kujawas atau selanjutnya disingkat LKJWS, mencoba menjadi solusi, bukan beban baru, bukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak pernah selesai ditanyakan. Kami sadar bahwa pendidikan bagi generasi muda Mollo perlu didorong lebih gencar lagi. Kesenian, literasi dan kewirausahaan sosial hanyalah tiga bidang yang kami rasa mampu kami jangkau, kami lakukan sesuai kompetensi kami, dengan mengintegrasikan perpustakaan warga dengan ruang produksi oleh-oleh khas Mollo, ruang kerja kolaborasi, homestay, toko online dan komunitas kesenian.
Kesenian, literasi dan kewirausahaan kami percaya bisa menjadi solusi baru untuk memperkuat kembali kekuatan kami yang sebenarnya sudah ada dan tertanam lama, sembari terus kritis dan berinovasi menjawab tantangan masa kini. Kami melihat bahwa ada masalah dengan rasa percaya diri dan identitas generasi muda Mollo. Ada informasi yang terputus, ada jarak antara generasi muda dengan generasi tua. Modernitas yang bergerak cepat hingga ke pelosok Timor dan sistem pendidikan yang kurang memberi ruang bagi kearifan lokal untuk dekat dengan generasi muda, adalah dua problem yang tidak bisa dipungkiri keberadaanya. Menjadi tantangan bagi orang Mollo sekarang, setelah generasi Aleta Baun lewat, apakah  orang Mollo masih sama kuat dan sekritis dulu? Siapa yang kelak akan berdiri dengan penuh percaya diri di atas tanahnya? Sementara angka putus sekolah terus naik, migrasi orang muda besar-besaran masih terjadi, ketrampilan dan pengetahuan yang rendah memicu human trafficking.
Setahun bergiat bersama warga desa Taiftob kami telah memberikan kesempatan kepada ratusan anak desa Taiftob untuk mengakses bahan bacaan yang beragam, juga kesempatan untuk belajar bahasa Inggris, fotografi, tari dan teater. Orang muda dan orang tua diajak untuk giat bertani dan menenun sebagai sebuah prospek ekonomi yang baik. Kami menggunakan internet untuk memperkenalkan potensi lokal: wisata alam, madu hutan, kopi, tas tenun dan sambal lu’at. Dan pelan-pelan mulai mengajak komunitas dan pemangku desa untuk mengembangkan community based tourism. Secara mandiri berkreasi membuat festival kecil-kecilan di tingkat kampung yakni Festival Elaf Dame (Desember 2016), Festival panen Mnahat Feu (Maret 2017) dan Festival Pau Kolo (Agustus 2017). Warga juga mulai dilibatkan untuk mengarsipkan motif tenun, cerita rakyat, foto sejarah dan berbagai dokumen lainnya. Bahkan dari hasil arsip yang dikumpulkan itu, pernah sekali kami pamerkan untuk publik di tingkat kecamatan Mollo Utara. Dengan model integrasi seperti ini, kami rasa akan bisa punya dampak besar dan semua yang terlibat mendapat manfaat. Mollo akan bisa dilihat sebagai tanah harapan, bukan tanah ketidakpastian.
Apinat-Aklahat adalah salah satu karakter yang diberikan suku Dawan kepada penguasa alam semesta, raja langit (Uis Neno). Apinat-Aklahat artinya yang bercahaya dan yang membara. Proyek residensi seni ini diharapkan bisa menjadi seberkas cahaya baru bagi Mollo, bisa menjadi pembawa semangat dan motivasi bagi generasi muda desa Taiftob. Seni teater, kami rasa bisa menjadi salah satu kunci penting bagaimana rasa percaya diri dan identitas lokal itu diperkokoh, bagaimana jarak dan informasi yang terputus itu bisa dilekatkan kembali. Proyek seni ini dibuat atas inisiatif warga dan mengandalkan sumber daya yang ada, dengan semangat kerja kolaborasi dan solidaritas. Bulan November dipilih sebab ini masa awal musim tanam di Mollo, momen yang baik juga untuk mengenal lebih dekat tradisi pertanian warga. Kedua, bulan Desember tahun ini bagi sebagian besar warga desa Taiftob diperingati sebagai 50 tahun masuknya gereja Katolik di Mollo. LKJWS sebagai ruang arsip warga, ikut membantu mengarsipkan foto dan berbagai dokumen sejarah terkait sejarah gereja serta menyiapkan buku kenangan 50 tahun gereja Katolik di Mollo. Hasil workshop teater anak-anak LKJWS juga bisa dipresentasikan dalam agenda pesta emas gereja di desa Taiftob.
Diharapkan Proyek Apinat-Aklahat akan menghasilkan kesempatan diskusi, belajar, melakukan pemetaan, meneliti, workshop, merekam dan mengarsipkan bersama warga, teman-teman seniman dan relawan, sekolah, komunitas biara dan pihak pemerintah desa. Ini akan menjadi awal yang baik untuk mewujudkan mimpi Lakoat.Kujawas dan desa Taiftob sebagai pusat kesenian warga, terintegrasi dengan kewirausahaan sosial. Seni yang menumbuhkan sekaligus memberdayakan.

B.     Tujuan
1.      Lewat seni teater anak-anak desa Taiftob belajar mengenal dan memperkuat identitas sosial dan budaya mereka sebagai orang Mollo, orang gunung yang kental dengan perpspektif ekologis.
2.      Lewat seni teater anak-anak desa Taiftob bisa meningkatkan rasa percaya diri mereka. Teater adalah sarana untuk mengekspresikan diri mereka.
3.      Mewujudkan desa Taiftob sebagai kampung seni, literasi dan wirausaha.
4.      Mewujudkan komunitas Lakoat.Kujawas sebagai ruang kesenian, literasi dan kewirausahaan sosial warga desa Taiftob. Lakoat.Kujawas sebagai ruang untuk berlatih dan mementaskan teater sekaligus mengarsipkan berbagai dokumen baik naskah, foto maupun video terkait teater di Mollo.
5.      Mendukung terciptanya semangat berkesenian di lingkungan sekolah di desa Taiftob

C.     Peserta
1.      Peserta aktif anak dan remaja desa Taiftob: 80 orang (kurang lebih)
2.      Perwakilan anak dan remaja desa Taiftob di SMP St. Joseph dan SD Yaswari
3.      Peserta orang muda dan relawan: 15 orang (kurang lebih)
4.      Peserta orang tua (tokoh adat, penenun, petani): 10 orang


D.    Waktu dan Tempat
Tanggal 15 -28 November 2017. Komunitas Lakoat.Kujawas Desa Taiftob, Kecamatan Mollo Utara Timor Tengah Selatan.

E.     Fasilitator
Shinta Febriany, seniman teater asal Makassar
Linda Tagie, seniman teater asal Kupang
Pak Sunbanu, seniman lokal (Bonet dan Natoni)

F.      Pendukung Residensi
Koalisi Seni Indonesia sebagai sebuah wadah bagi seniman Indonesia untuk berkarya, dengan salah satu program Cultural Hotspot dan Kupang menjadi salah satu cultural hotspot diantara beberapa kota lain di Indonesia.

G.    Rincian Kegiatan
1.      Audiensi dengan kepala desa Taiftob, pendeta Gereja Ebenhaezer, Romo paroki Maria Immaculata
2.      Mengunjungi sekolah tempat anak-anak desa Taiftob belajar: TK Santa Theresia, SDK Yaswari, SMPK St. Yoseph, SMA Kristen.
3.      Berkunjung ke kampung adat, situs penting orang Mollo, tokoh adat
4.      Berkunjung dan belajar tenun bersama kelompok tenun Eko
5.      Mengunjungi kebun warga, mengunjungu pasar tradisional dan memasak pangan lokal Mollo di dapur Lakoat.Kujawas bersama Dicky Senda
6.      Diskusi sejarah Mollo bersama Sarlota Sipa, sejarawan perempuan Mollo, orang muda dan teman-teman residen
7.      Homevisit ke rumah warga, mengenal budaya dan kehidupan warga desa Taiftob
8.      Workshop menulis kreatif dengan 15 remaja desa Tafitob di kelas menulis To The Lighthouse SMPK St. Yoseph Freinademetz (sekalian workshop menulis naskah teater)
9.      Nonton film di program Sinema Anak Mollo di perpustakaan Lakoat.Kujawas
10.  Workshop teater bersama anggota komunitas lakoat.kujawas dan perwakilan siswa dari SD Yaswari dan SMP St. Yoseph Freinademetz
11.  Pementasan teater di tingkat desa atau di gereja Santa Maria Immaculata Kapan.

  1. Donasi
Untuk mendukung kegiatan swadaya masyarakat ini, teman-teman bisa berdonasi dengan membeli produk kaos Lakoat.Kujawas kami di Instagram @lkjws.co atau mengirim donasi langsung ke BRI No 4732-01-013229-53-5 an CHRISTIANTO SENDA. Konfirmasi transfer ke 081338037075 (SMS/Whatsapp).
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar