We present a concept of social enterprise/social entrepreneurship based in Mollo, Timor and utilize the natural and cultural potential for economic improvement as well as the empowerment of local communities, particularly young people. Our focus includes literacy, art-culture and the creative economy. This project involves the youth community, village library as a center for arts and culture, homestay and creative economy. It is located in Jl. Kampung Baru, No. 2, Village of Taeftob, District of North Mollo, South Central Timor, East Nusa Tenggara, Indonesia 85552. Telp./Whatsapp 081338037075. E-mail: lakoat.kujawas@gmail.com.

Sabtu, 28 November 2020

LES: Ruang Pertukaran Pengetahuan Pangan Lokal Lintas Benua


Learning English Session (LES) bersama Randi Tamelan menjadi salah satu program yang lahir di akhir tahun 2020. Randi adalah salah satu warga aktif, relawan dan ikut mengembangkan komunitas Lakoat.Kujawas sejak tahun 2016. Sempat pergi studi ke Sydney hampir 2 tahun dan kini kembali dan memberi dirinya untuk tanah Timor, untuk komunitas tempat kami bertumbuh bersama.

LES melibatkan orang muda dan bapa mama. Bagi Randi kegiatan ini bukan murni ingin menjadikan bapa mama dan orang muda di desa Taiftob jago Bahasa Inggris tapi lebih ke bagaimana platform Bahasa Inggris, medis sosial dan hal kekinian lainnya bisa jadi alat atau sarana untuk berekspresi, berkomunikasi, mengembangkan rasa percaya diri teman-teman di komunitas. Lakoat.Kujawas kini telah menjadi ruang bertemu antar warga dengan warga, warga dengan relawan, seniman, aktivis, dengan tamu yang mengakses program ekowisata kami, dsb. Paham cara berkomunikasi lintas budaya tentu penting. LES membantu untuk menjembatani kebutuhan itu. Rasa percaya diri memang modal penting dalam interaksi dan berkomunikasi. Lantas bagaimana LES dibangun dan dieksekusi?

Randi pernah mengagas kelas Bahasa Inggris sejenis juga untuk anak-anak Lakoat di tahun awal komunikasi kami berdiri, juga dengan misi yang sama dan berhasil. Bukan soal anak fasih berbahasa Inggris tapi karena desain programnya yang asyik, bermuatan seni budaya dan interaktif anak-anak tidak merasa jadi beban untuk bisa fasih berbahasa Inggris. Dari pengalaman dan semangat yang sama, Randi mencoba mengembangkan itu untuk orang dewasa.

Makanan Adalah Identitas Budaya

Tiap pertemuan, mereka akan membahas makanan sebagai bagian dari identitas sebuah kebudayaan. Kuliner memang sedang jadi fokus dalam kerja-kerja kreatif di Lakoat.Kujawas yang melibatkan orang-orang dewasa dua tahun terakhir. Kami aktif mengarsip pengetahuan lokal terkait pangan, kuliner, gastronimi dan pertanian lokal, juga kaitannya dengan seni budaya, sejarah dan ekologi. Bahwa benar dari makanan kita bisa melihat kebudayaan Mollo, manusia, cara mereka merespons alam dan kehidupan. Bagaimana mereka orang Mollo bisa bertahan hidup di musim yang tak menentu. 

Seru kalau LES kemudian membahas hal-hal yang dekat dan dilakukan setiap hari oleh teman-teman di Lakoat. Randi dengan jaringannya, juga melibatkan kawan-kawan semasa kuliah Development Studies dan juga kawan-kawan dari Kelas Berbasis Forum SoE Peduli. Kesempatan berjumpa secara virtual dengan teman-teman dari luar Indonesia juga bisa membangkitkan rasa percaya diri.

Dari pengamatan kami, rasanya keterbatasan Bahasa tidak menjadi hambatan dan persoalan serius selama kita bisa saling paham maksud lawan bicara. Kami rasa dari situlah kekuatannya program ini untuk mematahkan asumni yang selama ini tumbuh bahwa belajar Bahasa asing itu sulit dan kalau tidak bisa berbahasa asing maka sulit bertemu dan berkomunikasi dengan orang lain. Pengalaman-pengalaman langsung selama ini bertemu dengan para tamu Lakoat dari berbagai suku bagsa (ada dari Jornadia, India, Hongkong dan Australia) juga lewat kelas kreatif seperti LES kemudian semakin meyakinkan mereka bahwa pada akhirnya, manusia itu punya keunikan yang menjadikan mereka bisa bersosialisasi dengan siapapun dengan Bahasa Tarzan sekalipun. LES bahkan semakin menguatkan kesadaran identitas, kebangaan akan pangan lokal, misalnya. Ketika di ruang virtual LES, bapa mama dan orang-orang muda bisa bercerita tentang makanan lokal mereka, kebudayaan mereka dengan bangga, kami kira itulah keberhasilan lain yang dibangun bersama Lakoat.Kujawas dan kawan-kawan relawan.

Dalam semangat #BeingIndigenous dan #BecomingIndigenous, kami sadar bahwa kawan-kawan di Mollo hari ini sudah sangat terbuka dan terhubung dengan banyak sekali orang, komunitas dan kelompok. Pada titik ini, kesadaran akan indentitas budaya, rasa bangga akan kampung halaman dan kekayaan alam dan budayanya menjadi sangat penting. Bahwa kadang perlu apresiasi dan dorongan dari pihak luar untuk mengingatkan kita bahwa sejatinya kita ini luar biasa.

 

Tony Oematan, orang muda Mollo, sarjana pendidikan Bahasa Inggris, bergiat di Komunitas Lakoat.Kujawas. Fasilitator lapangan program Being and Becoming Indigenous






1 komentar:

  1. agen dengan 100% player vs player hanya di IONQQ :)
    WA : +855 1537 3217

    BalasHapus