Beta Marlinda Nau. Sering di panggil mama Fun. Beta bergabung di Lakoat.Kujawas dari tahun 2017. Beta tertarik bergabung di Lakoat saat itu karena terinspirasi dari anak beta, Fun, yang juga bergabung di Lakoat sejak awal Lakoat berdiri. Beta sering dengar cerita dari Fun kalau mereka sering kedatangan relawan-relawan dari Soe dan Kupang. Bahkan dari Jakarta, Bandung, Makassar dan luar negeri.
Fun mulai tumbuh sebagai anak yang penuh percaya diri dengan teman teman baru dan kakak relawan yang berkunjung di Lakoat. Beta melihat banyak sekali perubahan pada diri Fun dan anak anak lain di Taiftob dan sekitarnya yang bergabung di Lakoat.Kujawas.
Waktu itu beta tertarik juga dengan beberapa produk yang di jual di Lakoat. Seperti sambal luat, jagung bose dan kopi Mollo. Beta berpikir bahwa ada peluang dan kesempatan untuk beta bisa bekerja sama dengan Lakoat.
Akhirnya pucuk dicinta ulam pun tiba. Pada saat itu di bulan Juni 2017 beta bersama beberapa teman mengikuti kegiatan pelatihan pertananian di Paroki Kapan. Setelah itu kami langsung membentuk 1 kelompok kecil yaitu kelompok tani perempuan dengan beranggotakan 10 orang.
Akhirnya kami juga sepakat untuk ketemu kak Dicky dan meminta untuk bergabung dengan Lakoat. Dengan senang hati kak Dicky menerima kami. Dan setelah itu kami mulai berproses. Dengan berjalannya waktu dan teman teman yang lain sudah mempunyai kesibukan masing masing akhirnya kami pun berkurang dan berkurang hingga saat ini kelompok tani kami sudah bubar.
Beta masih tetap berharap akan ada hal baik yang beta dapat di Lakoat. Akhirnya pada tanggal 23 Oktober 2018 beta salah satu yg diutus mewakili teman kelompok ikut dalam Festival Kawasan Timur Indonesia di makasar. Dan itu semacam langkah awal dan penting dalam hidup beta. Beta mulai berproses dan bertumbuh bersama Lakoat.
Beta berusaha untuk bisa bicara di depan banyak orang walaupun beta gugup dan kadang merasa tidak percaya dengan keterbatasan SDM yang beta miliki. Sering merasa, siapa beta? Beta kan sonde sekolah tinggi.
Tapi beta tetap belajar dengan motivasi dan dorongan dari kak Dicky yang selalu memberi kesempatan kepada beta untuk tetap belajar.
Awal tahun 2019 kami mulai memulai dengan kegiatan heritage trail Mnahat Fe'u. Beta diberi satu kesempatan lagi untuk bersama teman teman mengurus bagian makanan dengan memasak pangan lokal.
Kami mulai dengan berinovasi dan bereksperimen dengan bahan lokal yang ada untuk membuat makanan enak dan berbagai resep. Bukan soal makanan enak saja yang kamu buat, kami juga berusaha untuk mencari tahu narasi atau cerita di balik setiap bahan makanan atau resep makanan itu sendiri. Atau jika ia adalah resep baru yang kami ciptakan, kami belajar untuk memberi narasi kepada resep baru itu. Menurut saya makanan itu harus punya cerita, karakter dan ciri khasnya.
Kami bikin heritage trail sebulan sekali. Dalam proses ini kami merasa bahwa bahan pangan lokal sebenarnya banyak sekali namun susah untuk kami dapat. Ada banyak faktor. Hutan dan tanah ulayat sebagai sumber pangan semakin sempit karena penduduk semakin padat atau alih fungsi lahan meluas. Benih-benih lokal juga hilang berganti benih dari toko. Orang enggan bahkan malu makan pangan lokal karena dianggap rendah, miskin, tidak berkelas.
Akhirnya masuk tahun 2020 kami sepakat untuk mulai menulis resep dari pangan lokal, mengidentifikasi, bereksperimen dan berinovasi dengan bahan pangan lokal dan beta diberi satu kesempatan lagi untuk mengkoordinir kegiatan ini.
Tahun 2020-2021 beta juga terlibat dalam program Being and Becoming Indigenous. Sebuah program yang mendorong orang muda adat membincangkan kembali identitas adat mereka di arus modernitas saat ini. Kami belajar bersama dua komunitas di Banten (Kasepuhan Pasir Eurih) dan Filipina (masyarakat adat Dumagat Remontado).
Isu pangan menjadi salah satu fokus dalam program itu. Program ini berlanjut dengan nama Kampung Katong, berkolaborasi dengan Simpasio Institute (Larantuka) dan Kolektif Videoge (Labuan Bajo). Masih didukung RMI dan Voice Global.
Di tahun 2021 beta terpilih mewakili komunitas untuk melakukan residensi seni di Jogja selama 14 hari. Awalnya beta bingung, apa itu residensi? Beta mulai membuka Google dan mencari tahu tentang residensi. Beta akhirnya melewati pengalaman itu dengan sangat baik. Mendapat banyak pengalaman dan kawan baru selama di Jogja. Berjejaring dengan banyak aktivis, seniman dan pegiat pangan. Beta mendapat kesempatan berkunjung dan belajar ke Murakabi, Bumi Langit, Sekolah Pagesangan, Panen Apa Hari Ini, Bakudapan, Papermoon dan Kalanari.
Beta beruntung bahwa beta dikelilingi banyak sekali orang yang mendukung dan memberi kesempatan kepada beta, perempuan dan ibu rumah tangga untuk meraih Beta pung mimpi. Termasuk didukung suami (bapa Fun) dan anak-anak. Beta belajar, semua orang harus memperoleh hak dan kesempatan. Siapapun dia, laki-laki dan perempuan tua atau muda, atau anak-anak, kita semua layak untuk maju dan setara. Sonde ada yang tertinggal di belakang.
Sampai hari ini beta tetap yakin dan percaya bahwa segala sesuatu yang ketong lakukan dengan hati yang ikhlas dan hati senang akan memperoleh hasil yang baik pula. Tantangan bukan penghalang untuk beta tetap berproses. Yang penting mau mencoba dan mau belajar. Kalau ada kegagalan, jangan menyerah. Bangkit dan perbaiki, coba lagi. O ya, kesempatan sonde datang dua kali. Kalau ada kesempatan, ambil dan lakukan dengan riang gembira.
Mama Fun tinggal di desa Taiftob, aktif di program pangan lokal komunitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar